Adalah berkat reformasi th 1998 geliat kaum pekerja Indonesia kian hari kian berdaya. Bukan saja ini disebabkan karena hak-hak dasar kaum pekerja dapat dipulihkan secara legal dan politik, tetapi juga secara gradual hak-hak tersebut bisa diwujudkan dalam kehidupan nyata. Memori bangsa Indonesia terkait dengan perjuangan kaum pekerja, antara lain, adalah perjuangan buruh perempuan Marsinah yang terenggut nyawanya ketika mempertahankan hak-haknya sebagai pekerja di Surabaya. Di bawah rezim Orba, hak-hak dasar kaum pekerja Indonesia terpasung dan karenanya gerakan mereka pun senantiasa direpresi. Bentuk dan praktik reperesi bukan hanya secara fisik, tetapi juga psikologis dan ideologis, karena di bawah Orba, kaum buruh dan gerakan buruh adalah ipsop facto dipengaruhi, diilhami, dan didasari oleh ideologi kiri atau komunisme. Walhasil, narasi dominan tentang kaum pekerja Indonesia pd masa perjuangan Marsinah mengikuti formula kekuasaan otoriter, yaitu "buruh = ekstrim kiri = komunis." Dan fakta bahwa kata 'buruh' kini masih dianggap kurang 'pas' (politically incorrect) sehingga diganti dengan sebutan efimistik 'pekerja' atau 'karyawan', adalah salah satu indikator kuatnya stigma tsb dalam wacana dan praksis politik kekinian!.
Marsinah memang tak sempat melihat dan merasakan hasil perjuangannya, karena ia meninggal pada 1993. Tetapi lima tahun kemudian gerakan reformasi berhasil menjatuhkan rezim otoriter dan hak-2 dasar yg diperjuangkan aktivis buruh perempuan asal Sidoarjo itu sedikit demi sedikit terwujud. Kini ada puluhan organisasi kaum pekerja di Indonesia dan berbagai federasi organisasi mereka yang berkiprah meneruskan perjuangan Marsinah. Namun demikian, harus diakui bahwa kepentingan-2 kaum pekerja di Indonesia masih dirasa belum memuaskan. Bahkan berbagai kajian menunjukkan ada stagnasi dan mungkin regressi dalam perwujudan hak-hak dasar kaum pekerja selama pasca-reformasi, khususnya dalam peningkatan kesejahteraan mereka. Hal seperti ini tentunya bukanlah merupakan persoalan yang dialami kaum pekerja saja; sebab para petani, pengusaha kecil, pegawai negeri rendahan, dan anggota militer, serta aparat kepolisian di lapis bawah juga merasakan hal sama. Bahkan jika mau jujur, kaum petani tak bertanah di negeri ini, yg disebut sebagai kelas lumpen proletariat oleh partai komunis itu, sampai hari ini nasibnya masih bisa dikatakan lebih buruk ketimbang kaum pekerja.
Fakta menunjukkan bhw kaum petani Indonesia sampai kini tidak memiliki kekuatan dan akses politik seperti kaum pekerja. Setidaknya eksistensi dan potensi kaum pekerja mendapat pengakuan nasional dan internasional, misalnya dg simbolisasi solidaritas Hari Buruh Sedunia, 1 Mei. Itu adlh salah satu sebab kenapa kiprah gerakan kaum pekerja Indonesia lebih "moncer" dan menarik bagi media, elit parpol, para politisi, dan elit Pemerintah utk diperhatikan. Dan pada gilirannya, gerakan kaum buruh serta organisasi kaum buruh memiliki daya tawar politik yg lebih baik ketimbang kaum petani. Seyogyanya dg posisi seperti itu, kaum pekerja Indonesia harus mampu mengelola kekuatannya secara efektif dan bukan malah merugikan perjuangan mereka serta perjuangan bangsa secara keseluruhan.
Menyambut Hari Buruh 1 Mei besuk (Jumat), kaum pekerja Indonesia terus memperjuangkan apa yang menjadi hak-hak mereka sebagai salah satu komponen bangsa, tetapi dengan mengingat konteks yang ada saat ini. Dengan kontekstualisasi demikian, maka stigma sejarah atas kaum pekerja Indonesia di atas akan kian menghilang dan sinergi antara pekerja, petani, kaum profesional, cendekiawan dll dalam masyarakat sipil akan kian terbangun, kokoh, dan bermanfaat bagi kemajuan bangsa dan NKRI.
Selamat Hari Buruh. Bravo Kaum Pekerja Indonesia!!
Simak tautan ini:
http://www.tempo.co/read/news/2015/04/30/058662330/Besok-Ratusan-Buruh-Bandung-Geruduk-Jakarta
Marsinah memang tak sempat melihat dan merasakan hasil perjuangannya, karena ia meninggal pada 1993. Tetapi lima tahun kemudian gerakan reformasi berhasil menjatuhkan rezim otoriter dan hak-2 dasar yg diperjuangkan aktivis buruh perempuan asal Sidoarjo itu sedikit demi sedikit terwujud. Kini ada puluhan organisasi kaum pekerja di Indonesia dan berbagai federasi organisasi mereka yang berkiprah meneruskan perjuangan Marsinah. Namun demikian, harus diakui bahwa kepentingan-2 kaum pekerja di Indonesia masih dirasa belum memuaskan. Bahkan berbagai kajian menunjukkan ada stagnasi dan mungkin regressi dalam perwujudan hak-hak dasar kaum pekerja selama pasca-reformasi, khususnya dalam peningkatan kesejahteraan mereka. Hal seperti ini tentunya bukanlah merupakan persoalan yang dialami kaum pekerja saja; sebab para petani, pengusaha kecil, pegawai negeri rendahan, dan anggota militer, serta aparat kepolisian di lapis bawah juga merasakan hal sama. Bahkan jika mau jujur, kaum petani tak bertanah di negeri ini, yg disebut sebagai kelas lumpen proletariat oleh partai komunis itu, sampai hari ini nasibnya masih bisa dikatakan lebih buruk ketimbang kaum pekerja.
Fakta menunjukkan bhw kaum petani Indonesia sampai kini tidak memiliki kekuatan dan akses politik seperti kaum pekerja. Setidaknya eksistensi dan potensi kaum pekerja mendapat pengakuan nasional dan internasional, misalnya dg simbolisasi solidaritas Hari Buruh Sedunia, 1 Mei. Itu adlh salah satu sebab kenapa kiprah gerakan kaum pekerja Indonesia lebih "moncer" dan menarik bagi media, elit parpol, para politisi, dan elit Pemerintah utk diperhatikan. Dan pada gilirannya, gerakan kaum buruh serta organisasi kaum buruh memiliki daya tawar politik yg lebih baik ketimbang kaum petani. Seyogyanya dg posisi seperti itu, kaum pekerja Indonesia harus mampu mengelola kekuatannya secara efektif dan bukan malah merugikan perjuangan mereka serta perjuangan bangsa secara keseluruhan.
Menyambut Hari Buruh 1 Mei besuk (Jumat), kaum pekerja Indonesia terus memperjuangkan apa yang menjadi hak-hak mereka sebagai salah satu komponen bangsa, tetapi dengan mengingat konteks yang ada saat ini. Dengan kontekstualisasi demikian, maka stigma sejarah atas kaum pekerja Indonesia di atas akan kian menghilang dan sinergi antara pekerja, petani, kaum profesional, cendekiawan dll dalam masyarakat sipil akan kian terbangun, kokoh, dan bermanfaat bagi kemajuan bangsa dan NKRI.
Selamat Hari Buruh. Bravo Kaum Pekerja Indonesia!!
Simak tautan ini:
http://www.tempo.co/read/news/2015/04/30/058662330/Besok-Ratusan-Buruh-Bandung-Geruduk-Jakarta
0 comments:
Post a Comment