Wacana publik pro dan kontra thd hukuman mati para terpidana narkoba di Indonesia menarik utk dicermati. Baik kubu yang pro hukuman mati (PHM) maupun yang kontra hukuman mati (KHM), saya cermati umumnya sama-sama memakai strategi zero sum game, leave no prisoner, total destruction, dan sejenisnya, tanpa membuka kemungkinan adanya ruang yang abu-abu, negosiasi, bahkan keraguan bahwa mereka semua strategi memiliki celah kelemahan. Strategi wacana yg "totaliter" seperti ini kadang melibatkan Tuhan dlm arena pertarungan dan mengapropriasiNya utk memperkuat klaim kebenaran. Kubu PHM mengatakan bahwa hukuman mati tidak melanggar HAM maupun
kewenangan Sang Pencipta. Pihak KHM sebaliknya, menuding lawannya sudah
melanggar HAM plus mengambil alih kewenangan Tuhan, karena hanya Dia
yang punya wewenang mencabut nyawa manusia. Dst dsb.
Dalam hal ini saya ingin mengkritisi kubu KHM karena vokalnya suara mereka dan massifnya artikulasinya melalui media massa dan kaum cendekiawan, seniman, dan aktivis HAM. Saya belum pernah menemukan argumen kubu KHM yang benar-2 menempatkan masalah hukuman mati tsb dlm sebuah konteks, misalnya mempertimbangkan aspek hukum, aspek sosiologis, psikologis, dan nilai budaya dimana masalah tersebut berada. Karena pengabaian inilah, argumentasi pihak KHM menjadi anakronistik, karikatural, dan bahkan terkesan hipokrit. Menolak penerapan hukuman mati tanpa melihat konteks dan menyamaratakan antara semua kondisi masyarakat, mengingatkan saya pada gaya argumen kaum fundamentalis radikal yang menganggap penerapan hukum Tuhan di muka bumi ini persis sama dan berlaku pada semua manusia tanpa pandang bulu. Kubu KHM hampir semuanya mengatakan bhw pihak PHM adalah kelompok manusia yang kurang beradab, atau setidaknya lebih rendah dari posisi pihaknya. Ada aroma arogansi budaya dlm argumentasi kubu KHM ketika mengulang-2 statemen bahwa "hukuman mati tidak akan menyelesaikan masalah narkoba". Sayangnya, pihak KHM belum pernah saya lihat bisa memberikan alternatif hukuman apa yang paling efektif, berikut memberikan contoh kongkrit bhw di sebuah negara yang sedang darurat narkoba solusi tsb benar-2 sudah dibuktikan sukses 100%.
Pembelaan kubu KHM mengingatkan pada wacana "modernisasi vs tradisionalisme," sebuah strategi bifurkasi dan dikotomi wacana yang sewenang-2 dan imperialistik. Sebab wacana tsb selalu mengklaim yang modern (Barat dan pengikutnya) lebih unggul ketimbang yang tradisional (Negara Dunia Ketiga). Kalau bangsa dan negara-2 Timur mau dianggap beradab, ya harus ikut formula (modernisasi) Barat. Padahal, antara kutub modern dan tradisional itu banyak ruang yang abu-abu, bahkan istilah modern vs tradisional itupun sarat dg muatan ideologi dan agenda-2 eksploitasi tertentu. Apakah PHM dan KHM merupakan replikasi dari wacana ini? Saya belum bisa memastikan, namun bau ideologis tersebut sangat menyengat ketika para pendukung KHM sering membawa idiom-idiom pertentangan antara "keberadaban vs keterbelakangan", "kuno vs modern", "obsolete vs trending", "kemanusiaan vs kebiadaban", dan sebangsanya.
Pertukaran surat-2 antara Anggun C. Sasmi (ACS) yg selebriti dunia dg Epi Craze (EC) yg mantan isteri pecandu narkoba, bagi saya merefleksikan pertarungan wacana di atas. ACS menjadi representasi "keberadaban, kemanusiaan, kemodernan, kebaruan, dan kesantunan" sementara EC sebaliknya. Indonesia, di mata ACS tiba-2 menjadi negara yg menerapkan hukum 'obsolete' (rongsokan) ketika mengeksekusi hukuman mati thd para pengedar narkoba. Saya tdk tahu apakah ACS memprotes Pemerintah negara barunya (Perancis) yang melarang perempuan berjilbab di sekolah-2 publik. Atau jangan-2 aturan itu menurutnya adalah keadaban dan kemodernan bagi dia karena yang membuat adalah negara Barat yang modern? Dalam pandangan saya, aturan diskriminatif Pemerintah Perancis soal jilbab itu kontradiktif dg semboyan "Liberty, Equality, and Fraternity" yang menjadi prinsip negaranya.
Simak tautan ini:
http://entertainment.kompas.com/read/2015/04/30/175910110/Lewat.Surat.Terbuka.Anggun.Diprotes.Mantan.Istri.Pecandu.Narkoba
Thursday, April 30, 2015
Home »
» MEMBACA "PRO-KONTRA" HUKUMAN MATI PENJAHAT NARKOBA
0 comments:
Post a Comment