DPRD DKI mungkin mengira bhw tindakan mereka sudah sangat canggih,
termasuk memakai tutup legal dan politik yg di permukaan tampak
legitimate. Namun para politisi itu tampaknya tidak menghitung faktor
psikologi orang yg sedang diserang yaitu Ahok. Secara hitungan biasa,
mungkin tekanan legal dan politik seperti yg digeber oleh politisi2 itu
sangat efektif utk membuat seorang Gubernur, yg notabene sendirian tanpa
dukungan partai itu, akan ciut nyalinya. Kalaupun tdk melakukan
kapitulasi aliias menyerah, dia minimum akan mengajak kompromi. Secara
normal, tdk ada yg salah dg kompromi bukan? Apalagi kalu ternyata manti
hasilnya adlh "win-win selusin" (win win solution).
Tapi Ahok bukan tipe pemimpin 'normal', jika normalitas adalah mengikuti definisi para politisi, parpol, dan pihak2 yg ingin melakukan manipulasi anggaran Pemda DKI yg puluhan bahkan ratusan trilyun itu! Ahok justru menganggap normalitas mereka sebagai kegilaan dan membuatnya kian geram. Alih2 mau menjadi "normal", Ahok malah dg lantang memproklamasikan diri sebagai "orang gila". Dan tentu resikonya adalah kemarahan kolektif parpol, politisi, dan kelompok2 kepentingan itu. Ahok pun dicap rame2 sebagai menjadi "DPRD's enemy numero uno," atau "the most hated person" di DPRD DKI Jakarta.
Karena Ahok sudah memposisikan diri, dan diposisikan sebagai "musuh DPRD nomor wahid" maka beliau malah punya ruang lebih bebas utk melakukan manuver kontra: membeberkan 'kegilaan' lawan dlm manipulasi anggaran. Dan itulah yg kemudian membawa orang Belitung tsb bertandang ke Istana, ke KPK, dan media. Hasil sementara dr manuver ini adalah terkuaknya kebobrokan praktik penyusunan anggaran yg dilakukan oleh DPRD DKI. Publik kini bisa dg mudah menganalisa dan menemukan kerancuan nalar dan kongkalikong yg dilakukan oleh para wakil rakyat di ibu kota tsb dlm rangka membagi2 alokasi uang rakyat.
Tentu saja DPRD DKI cs tak akan tinggal diam dan sudah menyiapkan langkah2 berikutnya. Tetapi yg kita saksikan saat ini adalah keberhasilan Ahok utk sementar membuka mata publik Jkt, dan Indonesia serta dunia. Maka terdengarlah koor di mana2: "DPRD DKI, SHAME ON YOU!"
Simak tautan ini:
http://www.tempo.co/read/news/2015/02/28/083645932/Angket-DPRD-Ini-Daftar-Proyek-Aneh-yang-Dibongkar-Ahok
Tapi Ahok bukan tipe pemimpin 'normal', jika normalitas adalah mengikuti definisi para politisi, parpol, dan pihak2 yg ingin melakukan manipulasi anggaran Pemda DKI yg puluhan bahkan ratusan trilyun itu! Ahok justru menganggap normalitas mereka sebagai kegilaan dan membuatnya kian geram. Alih2 mau menjadi "normal", Ahok malah dg lantang memproklamasikan diri sebagai "orang gila". Dan tentu resikonya adalah kemarahan kolektif parpol, politisi, dan kelompok2 kepentingan itu. Ahok pun dicap rame2 sebagai menjadi "DPRD's enemy numero uno," atau "the most hated person" di DPRD DKI Jakarta.
Karena Ahok sudah memposisikan diri, dan diposisikan sebagai "musuh DPRD nomor wahid" maka beliau malah punya ruang lebih bebas utk melakukan manuver kontra: membeberkan 'kegilaan' lawan dlm manipulasi anggaran. Dan itulah yg kemudian membawa orang Belitung tsb bertandang ke Istana, ke KPK, dan media. Hasil sementara dr manuver ini adalah terkuaknya kebobrokan praktik penyusunan anggaran yg dilakukan oleh DPRD DKI. Publik kini bisa dg mudah menganalisa dan menemukan kerancuan nalar dan kongkalikong yg dilakukan oleh para wakil rakyat di ibu kota tsb dlm rangka membagi2 alokasi uang rakyat.
Tentu saja DPRD DKI cs tak akan tinggal diam dan sudah menyiapkan langkah2 berikutnya. Tetapi yg kita saksikan saat ini adalah keberhasilan Ahok utk sementar membuka mata publik Jkt, dan Indonesia serta dunia. Maka terdengarlah koor di mana2: "DPRD DKI, SHAME ON YOU!"
Simak tautan ini:
http://www.tempo.co/read/news/2015/02/28/083645932/Angket-DPRD-Ini-Daftar-Proyek-Aneh-yang-Dibongkar-Ahok
0 comments:
Post a Comment