Desakan Sekjen PBB, Ban Ki Moon (BKM)
thd RI terkait eksekusi hukuman mati thd terpidana narkoba warganegara
Australia, harus disikapi secara tegas dan konsisten. BKM tidak memakai
nalar sehat ketika menggunakan posisinya sebagai pimpinan lembaga dunia
tsb utk mendesak RI. Sebab argumennya sangat sepihak dan mengabaikan
aturan hukum internasional serta kedaulatan RI. Mengapa BKM berperilaku
aneh itu?
Saya kira pimpinan PBB asal Korsel itu ingin tampil dan dikenal sebagai tokoh dunia yg membela hak asasi manusia. Semua orang tahu belaka BKM nyaris tanpa prestasi menonjol sebagai Sekjen PBB kendati menduduki jabatan tsb 2 periode. Dibanding dg para pendahulunya, BKM, yg pencalonannya didukung AS itu, konon paling bawah prestasinya. Bahkan AS pun akhir2 ini kecewa dg BKM yg dianggap tdk becus dlm menghentikan berbagai masalah konflik internasional seperti kemelut di Libya, Suriah, kasus PLTN Iran, dan Korut.
BKM mungkin menganggap RI adlh negara "cemen" yg bisa digertak. BKM lupa bhw negara2 spt AS, Tiongkok, Malysia, Singapira, dll. rutin2 saja mengeksekusi mati para terpidana berat termasuk pedagang dan penyelundup narkoba. Beranikah BKM buka mulut thd negara tsb? Jelas tidak. Karena itu RI harus minta agar Sekjen PBB itu belajar lagi ttg hukum internasional dan jangan campuri soal kedaulatan RI. Lebih baik jika dlm sisa setahun lebih masa kerjanya, BKM membuat kebijakan yg ada manfaatnya bagi hubungan antar bangsa, misalnya menghentikan kebrutalan ISIS dan membendung ekspansi Pemerintah Israel membangun pemukiman2 baru di wilayah Palestina, pelanggaran HAm di Myanmar, dan sejenisnya.
BKM harus ditegur oleh Pemerintah RI melalui perwakilan RI di PBB di New York. RI perlu menjelaskan bgmn bahaya narkoba yg kini mengancam negeri ini dan bgmn upaya memberantas narkoba yg dilakukan Pemerintah RI selama ini masih belum efektif karena jejaring internasional seperti Bali-9 itu. RI tdk mau menjadi Mexico atau Colombia yg diacak2 oleh kartel2 narkoba. Ketegasan Presiden Jokowi seharusnya diapresiasi oleh PBB dan BKM.
Kalau BKM masih ngotot terkait eksekusi mati para terpidana berat narkoba ini, RI mesti bilang: "Shut up and mind your own business!"
Simak tautan ini:
http://m.detik.com/news/read/2015/02/17/062431/2834978/10/
Saya kira pimpinan PBB asal Korsel itu ingin tampil dan dikenal sebagai tokoh dunia yg membela hak asasi manusia. Semua orang tahu belaka BKM nyaris tanpa prestasi menonjol sebagai Sekjen PBB kendati menduduki jabatan tsb 2 periode. Dibanding dg para pendahulunya, BKM, yg pencalonannya didukung AS itu, konon paling bawah prestasinya. Bahkan AS pun akhir2 ini kecewa dg BKM yg dianggap tdk becus dlm menghentikan berbagai masalah konflik internasional seperti kemelut di Libya, Suriah, kasus PLTN Iran, dan Korut.
BKM mungkin menganggap RI adlh negara "cemen" yg bisa digertak. BKM lupa bhw negara2 spt AS, Tiongkok, Malysia, Singapira, dll. rutin2 saja mengeksekusi mati para terpidana berat termasuk pedagang dan penyelundup narkoba. Beranikah BKM buka mulut thd negara tsb? Jelas tidak. Karena itu RI harus minta agar Sekjen PBB itu belajar lagi ttg hukum internasional dan jangan campuri soal kedaulatan RI. Lebih baik jika dlm sisa setahun lebih masa kerjanya, BKM membuat kebijakan yg ada manfaatnya bagi hubungan antar bangsa, misalnya menghentikan kebrutalan ISIS dan membendung ekspansi Pemerintah Israel membangun pemukiman2 baru di wilayah Palestina, pelanggaran HAm di Myanmar, dan sejenisnya.
BKM harus ditegur oleh Pemerintah RI melalui perwakilan RI di PBB di New York. RI perlu menjelaskan bgmn bahaya narkoba yg kini mengancam negeri ini dan bgmn upaya memberantas narkoba yg dilakukan Pemerintah RI selama ini masih belum efektif karena jejaring internasional seperti Bali-9 itu. RI tdk mau menjadi Mexico atau Colombia yg diacak2 oleh kartel2 narkoba. Ketegasan Presiden Jokowi seharusnya diapresiasi oleh PBB dan BKM.
Kalau BKM masih ngotot terkait eksekusi mati para terpidana berat narkoba ini, RI mesti bilang: "Shut up and mind your own business!"
Simak tautan ini:
http://m.detik.com/news/read/2015/02/17/062431/2834978/10/
0 comments:
Post a Comment