Alih-alih mengupayakan 'peredaan ketegangan' dan membantu Presiden Jokowi (PJ) melakukan regrouping pasca kekacauan terkait penundaan pelantikan Komjen Budi Gunawan (BG), Menkopulhukam Tedjo Edhi Purdjianto (TEP) justru melancarkan serangan gencar dalam bentuk kritik keras terhadap KPK. Menurut TEP : 1) KPK ak beretika; 2) KPK punya motif politik; 3) KPK berusaha menjegal BG; 4) PJ berhak tdk melibatkan KPK; dan 5) Kasus rekening gendut BG lemah.
Kritik-2 TEP pun sudah dijawab oleh Bambang Wijoyanto (BW) mewakili KPK, yg intinya: 1) KPK melakukan proses pemeriksaan secara prosedural dengan tingkat permasalahan berbeda-beda; 2) Prioritas KPK jelas ada, dan itu merupakan kewenangan KPK; 3) Ketimbang melontarkan tudingan, lebih baik Istana membantu KPK dengan ikut menghormati proses hukum (http://www.tempo.co/read/news/2015/01/21/063636425/KPK-Jawab-Serangan-Istana-Soal-Budi-Gunawan).
KPK tampaknya tidak tertarik utk menjawab tudingan TEP politisasi kasus BG maupun soal pelanggaran etika karene pengumuman tersangka dilakukan ketika BG sudah diajukan sebagai calon tunggal. Hemat saya, KPK sudah tepat utk tidak melayani pancingan tsb, karena akan sangat subyektif dan spekulatif serta mudah utk dibawa ke ranah politik praktis. Jawaban KPK sudah lebih dari cukup, dan berhasil menunjukkan bhw TEP tidak paham ttg seluk beluk proses hukum terkait pemeriksaan tipikor oleh KPK yg sudah digunakan selama ini. Soal lama dan tidaknya seseorang menjadi tersangka, tidak bisa diseragamkan dan/atau dipercepat jika memang berbeda kasusnya. Demikian pula soal prioritas, KPK tidak bisa diatur oleh Istana atau seorang Menteri dlm menentukan kasus mana yg mesti diperiksa dulu. Ketidakpahaman TEP sangat merisaukan saya, karena hal itu semakin mengindikasikan ketaksiapannya menghadapi persoalan ketatanegaraan yang kompleks. TEP juga mungkin lupa, atau pura-2 lupa, bahwa ada kewenangan dan kemandirian lembaga seperti KPK, sehingga berasumsi bhw apapun yg dikehendaki Istana mesti jalan.
Saya tidak berpretensi mewakili KPK, namun tudingannya bhw lembaga tsb tak beretika, karena mengumumkan status BG sbg tersangka saat Presiden sudah mengajukannya sbg calon tunggal, rasanya tidak nalar dan mengggelikan. Justru yg perlu dipertanyakan dlm soal etika adalah bagaimana mungkin Presiden mengajukan calkapolri yg sudah pernah dapat rapor merah oleh PPATK dan KPK. Tudingan TEP malah berbalik pada dirinya sendiri karena sumber yg digunakan Presiden utk menyatajan BG bersih adalah informasi dr Kompolnas yg ketuanya tak lain adlh TEP. Akhirnya, terkait penilaian TEP bhw kasus rekening gendut yg melibatkan BG itu lemah, saya kira merupakan penilaian sembrono. Sebab, setidaknya kasus itu sedang dlm proses penyelidikan dan penyidikan KPK. Sebelum Pengadilan tipikor membuat putusan final, saya rasa kurang elok bg TEP utk membuat penilaian tergesa-gesa itu. Rekam jejak KPK saya kira sudah lebih diketahui seluruh rakyat Indonesia bahkan dunia.
Walhasil, kritik TEP thd KPK nilainya tak jauh beda dengan serangan parpol di DPR dan pihak-2 yg menginginkan KPK lembek serta tunduk kepada kemauan dan kepentingan politik tertentu. KPK harus tetap tegar dan konsisten dlm bekerja; sambil tetap bersandar pada dukungan rakyat. Para politisi, termasuk TEP, bisa saja terus melancarkan serangan mereka kepada lembaga antirasuah tsb, namun selama rakyat berdiri di belakangnya dan ia konsisten serta tanpa pandang bulu dlm kinerjanya, saya optimis serangan-2 itu bakal mandul. Jalan terus KPK!
Simak tautan ini:
http://www.tempo.co/read/news/2015/01/21/078636420/Lima-Kritik-Menteri-Tedjo-ke-KPK-soal-Budi-Gunawan
Wednesday, January 21, 2015
Home »
» MENAKAR KRITIK MENKOPOLHUKAM TERHADAP TINDAKAN KPK
0 comments:
Post a Comment