Ada sebuah Hadits yang mengatakan bahwa jika ada seorang Muslim menuduh sesama Muslim lainnya dengan tuduhan kafir, maka si penuduh itu sendiri yang sebenarnya Kafir. (http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/11/11/12/luj2r5-bahaya-menuduh-kafir). Saya kira hal yg sama juga bisa diterapkan terhadap tuduhan Murtad (keluar dari keimanan Islam), sebagaimana yang dilakukan oleh sementara orang FPI terhadap Presiden Jokowi, karena beliau mengucapkan selamat Natal. Orang boleh berbeda pandangan mengenai masalah itu, tetapi menhukumi seorang Muslim sebagai Murtad bukan lah sesuatu yang menjadi wilayahnya. Hanya Allah swt saja yang mempunyai hak absolut dalam hal yang satu ini.
Sangatlah disayangkan bahwa Indonesia masih terus menerus diwarnai oleh persoalan seperti ini dan didaur ulang setiap bulan Desember, saat ummat Kristiani merayakan Natal. Kebiasaan mendaur ulang vonis Kafir atau Murtad setiap Desember di Indonesia ini jelas memalukan dan menunjukkan betapa masih lemahnya solidaritas dalam masyarakat kita, serta rendahnya kualitas keberagamaan di negeri yang mayoritas penduduknya Muslim ini. Di negara Timur Tengahpun kebiasaan daur ulang seperti ini nyaris susah ditemukan. Di Palestina, misalnya, tidak ada yang repot jika Presiden atau tokoh Islam negeri itu mengucapkan selamat Natal atau hadir dalam upacara Natal. Di Iran, sudah sangat biasa pemimpin negara tsb mengucapkan selamat Natal. Di Mesir pun, selain kelompok fundamentalis jihadis, masalah Natal dan ucapan Natal tidak menjadi bagian dari daur ulang politik kebencian.
Sejatinya, para pendaur-ulang kebencian di negeri ini tidak banyak jumlahnya. Bahkan bisa dibilang orang dan kelompok yang mendaur ulang itu ya itu-itu saja! Mayoritas ummat Islam Indonesia sudah ratusan tahun hidup dalam kemajemukan dan saling menghargai sesama ummat dan lintas-ummat beragama. Kalau ada yg mau menyampaikan ucapan hari perayaan agama yang berbeda dg yang dipeluknya, tidaklah dipermasalahkan karena hal itu diniati utk berbagi kegembiraan dan kebahagiaan dengan tujuan memperkuat solidaritas bermasyarakat dan berbangsa. Kalau tidak mau mengucapkan juga tidak masalah atau sanski sosial, karena pihak yang tidak diberi ucapan juga tidak akan kekurangan suatu apa, apalagi sampai menuntut. Jadi, hanya para demagog, provokator, atau sebagian ummat yg bermental inferior saja yg senantiasa mendaur ulang kebiasaan buruk ini utk tujuan-2 politik. Mereka mencap sesama Muslim secara semena-mana, bahkan kalau perlu melangkahi hak absolut yang hanya dimiliki oleh Tuhan dlm menentukan keimanan seseorang!
Jadi, buat saya pribadi, tuduhan oknum FPI thd Presiden Jokowi itu tak lebih dari kebiasaan daur ulang kebencian tiap Desember di negeri ini, sebuah kebiasaan dungu dan tidak beradab (uncivilized) yang semestinya tidak perlu ada di negeri ini. Fakta bahwa sampai sekarang kebiasaan tsb masih laku dan selalu jadi bahan berita, adalah salah satu indikator bahwa kualitas berbangsa dari sebagian ummat Islam di negeri ini masih sangat rendah atau mengalami erosi luar biasa. Penafsiran-2 ajaran keagamaan yang semena-2 seperti pemurtadan atau pengkafiran sesama Muslim itu pun merupakan bukti bahwa paham obskurantisme masih belum sepenuhnya hilang di kalangan ummat Islam negeri ini.
Simak tautan ini:
http://www.tempo.co/read/news/2014/12/19/078629615/FPI-Sebut-Jokowi-Murtad-Soal-Natal
Friday, December 19, 2014
Home »
» KEBIASAAN PENGKAFIRAN SETIAP DESEMBER DI INDONESIA
0 comments:
Post a Comment