Peringatan Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra (YIM), kepada Presiden Jokowi dan sebagian Menterinya, saya kira mesti diapresiasi dan diperhatikan dengan seksama. Terlepas dari setuju atau tidak setuju dengan substansi pandangan beliau, tetapi peringatan yg datang dari seorang pakar hukum tatanegara dan tokoh yang punya pengalaman sangat lama dalam kiprah kenegaraan, tentu bukan hal yang sepele. Apalagi kalau dikaitkan dengan konteks lingkungan strategis yang kini sedang dihadapi Pemerintah baru yang sam sekali berbeda dengan sebelumnya. Sikap "business as usual" jelas tidak bisa dipakai, apalagi sikap "grusa-grusu" dalam mengambil keputusan.
Saya tidak bermaksud mengomentari YIM karena saya jelas tidak punya keahlian dlm bidang hukum. Saya hanya melihat dari dimensi politik yang berkembang dan implikasinya terhadap efektifitas kinerja Pemerintah Jokowi. Hemat saya, dibanding dengan pemerintah sebelumnya, kondisi politik yang dihadapi Presiden Jokowi adalah yg paling tidak kondusif khususnya pada tataran elit. Presiden-2 sebelumnya, setidak-2nya pada masa awal memerintah, semuanya mendapat dukungan yang kuat di Parlemen dan baru kemudian mengalami berbagai dinamika termasuk perlawanan. Pada Pemerintahan Jokowi ini, perlawanan justru SYUDAH DIMULAI sebelum beliau dilantik secara resmi. Jokowi mewarisi Parlemen yang volatile, tidak stabil, dan bahkan didominasi kubu KMP yang merupakan gabungan parpol oposisi. Bahkan kubu pendukung Pemerntah, KIH, pun tidak sesolid yg diharapkan, sebagaimana bisa dilihat penentangan dari sebagian politisi PDIP (partai Jokowi sendiri) terhadap kebijakan kenaikan harga BBM.
Di Kabinet sendiri, Jokowi belum bisa dikatakan sudah stabil dan bisa bekerja dengan efektif. "Penyakit lama" Wapres JK yang cenderung bermain solo, tampaknya masih belum bisa dikendalikan, sehingga membuat otoritas Jokowi sebagai orang nomor satu menjadi kurang tampak. Demikian pula para Menterinya yang kiprahnya menjadi sorotan, misalnya Menko Puan Maharani (PM) dan Mensekneg Pratikno yang mendapat kritik tajam dari YIM terkait kebijakan Kartu Indonesia Sejahter (KIS) itu. Belum lagi Menko Polhukam, yang menurut hemat saya, lemah dalam komunikasi publik sehingga berdampak kontra produktif bagi Pemerintah sendiri.
Dengan kondisi politik riil seperti ini, Presiden Jokowi jelas menghadapi lingkungan strategis yang jauh dari ideal, kendati beliau adalah Presiden yang memiliki elektabilitas sangat tinggi serta diakui dunia internasional. Karena itu, langkah-2 strategis, seperti masalah BBM dan KIS, yang sejatinya mengandung niat dan maksud mulia, mesti juga diimplementasikan dengan perhitungan matang. Terutama mempertimbangkan soliditas dukungan serta stabilitas politik yang ada di Parlemen dan parpol, serta efektifitas Kabinetnya. Publik Indonesia masih sangat rentan terhadap pengaruh media, termasuk jejaring sosial, sehingga kecenderungan utk berubah-ubah dalam opini sangat tinggi. Belum lagi politisasi berbagai persoalan sangat gampang dikembangkan yang pada gilirannya bisa mengganggu kerja Presiden dan squadnya.
Peringatan-2 konstruktif dari figur seperti YIM, hemat saya, perlu digunakan didengarkan dan dipertimbangkan serta diuji validitasnya. Bangsa Indonesia memilih Presiden yang memiliki komitmen tinggi pada peningkatan kesejahteraan rakyat dan kemandirian sebagaimana yg ada dalam sosok Pak Jokowi. Jangan sampai harapan bangsa ini meredup karena dinamika politik elit akhirnya menjadi penghalang bagi beliau utk mewujudkan cita-2 mulianya.
Simak tautan ini:
http://nasional.kompas.com/read/2014/11/06/1657013/Yusril.Ingatkan.Jokowi.Mengelola.Negara.Tak.seperti.Mengelola.Warung
Friday, November 7, 2014
Home »
» MENYIKAPI PERINGATAN PROF. YUSRIL KEPADA PRESIDEN JOKOWI
0 comments:
Post a Comment