BULLY FB THD JOKOWI & TINDAKAN LEBAY POLRI : Kenapa Polri tdk pernah kapok membuat blunder dg kasus2 penagkapan semena-2 dg dalih "pencemaran nama baik" yg sebenarnya tdk perlu, dan malah kontra-produktif itu? Saya mempertanyakan, apkh Polri sedang mengalami krisis percaya diri yg begitu mendalam sehingga perlu-2nya bertingkah seperti itu? Ataukah ini cuma sekadar ekonomisme dlm nalar yg kini berkecamuk dan hegemonik di lingkaran elite Polri? Atau ini semacam bahan utk politisasi agar Presiden Jokowi terkena "awu anget" alias abu panas dari serangan-2 thd beliau sebagai implikasi penangkapan thd AM ?
Kasus "bully membully" thd Capres Jokowi seharusnya diletakkan dlm proporsi yg tepat dan dalam konteks yang layak. Bullying di medsos pada masa kampanye Pilpres atau Pileg merupakan salah satu dari dampak dan resiko dari keterbukaan politik yg ada dan, konsekuensinya, pihak aparat penegak hukum harus menyiapkan diri menghadapinya. Termasuk dalam hal ini, memahami dinamika masyarakat dan bagaimana menyikapi pelaksanaan hak asasi tsb secara proporsional. Bukan cuma main tangkap yg terkesan tdk konsisten dan serampangan. Bukankah kalau Polri mau konsisten mk ia hrs juga menangkap semua pembully capres lainnya, Prabowo Subianto ( PS)?. Aplgi dlm p[roses menangkap si MA itu Polri melakukannya tanpa ada pengaduan dari pihak yg dirugikan atau dicemarkan. Pdhl katanya pencenaran nama baik adlh delik aduan dan Jokowi pd saat itu belum jadi Presiden. Sehingga beliau belum bisa dikategorikam sbg lambang negara yang jika dilecehkan maka bukan lagi merupakan delik aduan.
Celakanya, kasus penangkapan lebay ini bs digoreng menjadi sebuah politisasi dan alat propaganda yg berpotensi merugikan Presiden dan Pemerintahannya yg masih baru. Perilaku lebay Polri bisa diinterpretasikan seolah2 Presiden baru ini menggunakan kekuasaan utk membungkam para pengritik. Padahal faktanya sangat berbeda: Jokowi adlh sosok yg tdk takut dg segala macam kritik, kecaman, bully dll selama beliau menjadi pejabat mulai Walikota sampai Ri-1. Justru karena kesabaran beliau yg sangat mencolok saat dibully itu sehingga ucapan "aku rapopo" (saya gak apa2) dengan cepat menjadi ikon dan 'trade mark' Presiden Jokowi yg dikenal di seluruh tanah air, karena hal itu menunjukkan toleransi terhadap perbedaan yg dimiliki wong Solo ini.
Seharusnya, kasus-kasus yg sering diberi label "pencemaran nama baik" itu membuat Polri lebih introspektif dan waspada dlm bertindak, tanpa mengurangi hak dan wewenangnya sebagai penegak hukum dan penjaga keamanan publik di negeri ini, agar dirinya tdk semakin dicitrakan buruk oleh publik. Jangan sampai gara-gara tindakan yang lebay itu malah menciptakan maraknya teori konspirasi bhwa penangkapan MA ini adalah refleksi adanya saling jebak di antara oknum2 elit Polri yg sedang carmuk kpd Presiden baru. Dan yg lebih penting lagi, Polri jangan terkesan hanya berani kalau menghadapi rakyat kecil spt AM yg seorang pekerja tusuk sate itu. Polri mestinya lebih giat menangkapi koruptor dan pelaku kekerasan yg berbajaya bg Republik ini.
(http://m.okezone.com/read/2014/10/28/337/1058123/pelaku-bullying-jokowi-menyesal).
Kasus "bully membully" thd Capres Jokowi seharusnya diletakkan dlm proporsi yg tepat dan dalam konteks yang layak. Bullying di medsos pada masa kampanye Pilpres atau Pileg merupakan salah satu dari dampak dan resiko dari keterbukaan politik yg ada dan, konsekuensinya, pihak aparat penegak hukum harus menyiapkan diri menghadapinya. Termasuk dalam hal ini, memahami dinamika masyarakat dan bagaimana menyikapi pelaksanaan hak asasi tsb secara proporsional. Bukan cuma main tangkap yg terkesan tdk konsisten dan serampangan. Bukankah kalau Polri mau konsisten mk ia hrs juga menangkap semua pembully capres lainnya, Prabowo Subianto ( PS)?. Aplgi dlm p[roses menangkap si MA itu Polri melakukannya tanpa ada pengaduan dari pihak yg dirugikan atau dicemarkan. Pdhl katanya pencenaran nama baik adlh delik aduan dan Jokowi pd saat itu belum jadi Presiden. Sehingga beliau belum bisa dikategorikam sbg lambang negara yang jika dilecehkan maka bukan lagi merupakan delik aduan.
Celakanya, kasus penangkapan lebay ini bs digoreng menjadi sebuah politisasi dan alat propaganda yg berpotensi merugikan Presiden dan Pemerintahannya yg masih baru. Perilaku lebay Polri bisa diinterpretasikan seolah2 Presiden baru ini menggunakan kekuasaan utk membungkam para pengritik. Padahal faktanya sangat berbeda: Jokowi adlh sosok yg tdk takut dg segala macam kritik, kecaman, bully dll selama beliau menjadi pejabat mulai Walikota sampai Ri-1. Justru karena kesabaran beliau yg sangat mencolok saat dibully itu sehingga ucapan "aku rapopo" (saya gak apa2) dengan cepat menjadi ikon dan 'trade mark' Presiden Jokowi yg dikenal di seluruh tanah air, karena hal itu menunjukkan toleransi terhadap perbedaan yg dimiliki wong Solo ini.
Seharusnya, kasus-kasus yg sering diberi label "pencemaran nama baik" itu membuat Polri lebih introspektif dan waspada dlm bertindak, tanpa mengurangi hak dan wewenangnya sebagai penegak hukum dan penjaga keamanan publik di negeri ini, agar dirinya tdk semakin dicitrakan buruk oleh publik. Jangan sampai gara-gara tindakan yang lebay itu malah menciptakan maraknya teori konspirasi bhwa penangkapan MA ini adalah refleksi adanya saling jebak di antara oknum2 elit Polri yg sedang carmuk kpd Presiden baru. Dan yg lebih penting lagi, Polri jangan terkesan hanya berani kalau menghadapi rakyat kecil spt AM yg seorang pekerja tusuk sate itu. Polri mestinya lebih giat menangkapi koruptor dan pelaku kekerasan yg berbajaya bg Republik ini.
(http://m.okezone.com/read/2014/10/28/337/1058123/pelaku-bullying-jokowi-menyesal).
0 comments:
Post a Comment