Inilah omongan politisi Golkar yang hanya melihat proses demokrasi dari
satu sisi, yaitu soal ngirit biaya. Nurul Arifin (NA) yg konon mau jadi
calon Walikota Depok itu, membela perubahan sistem Pilkada
yg diusung partainya. Mungkin motif pribadi NA adalah karena dengan
cara dipilih oleh DPRD kansnya untuk menang nanti lebih besar ketimbang
jika dia ikut kompetisi langsung. Tapi terlepas dari itu, logika NA
sangat payah dan bisa berbahaya. Sebab kalau mau ngirit-2an, sebetulnya
yang paling ngirit biaya Pemilu atau Pilkada adalah dalam sistem
totaliter dan diktator. Dalam sistem tsb, nyaris tidak perlu biaya
kecuali yg dikeluarkan negara utk propaganda.
Demokrasi memang
bukan soal ngirit, tetapi soal apakah rakyat bisa memilih para
pemimpinnya secara lebih aspiratif. Kalau Pilkada langsung tidak ngirit,
itu BUKAN KARENA SISTEMNYA, tetapi karena: 1) Parpol yg tidak punya
visi dan paradigma demokrasi; 2) Penyelenggara Pilkada yang kurang
professional; 3) Kondisi masyarakat Indonesia sendiri yg masih mendukung
praktik-2 Pilkada yg sarat politik uang. Ngirit sebagaimana dihitung
oleh AN, seharusnya juga diimbangi dengan perhitungan kualitas
demokrasi. Belum lagi jika direnungkan, bagaimana mungkin hasil pilihan
DPRD akan aspiratif, kalau para anggota DPRDnya sendiri muncul karena
hasil Pileg yg sarat dengan money politics dan kecurangan?
Politisi semacam AN yg sesungguhnya memiliki potensi baik, ternyata juga
gagal dalam memahami esensi demokrasi sehingga hanya berfikir satu
dimensi (one dimensional thinking). Sebagai politisi tingkat nasional,
seharusnya NA lebih dalam berfikir dengan melibatkan filosofi demokrasi
dan visi yang dibawa oleh proses reformasi dan demokratisasi. Mungkin
karena NA adalah anggota Golkar, [partai yg dulu adalah pendukung
otoriterisme, maka sisa-sisa pikiran anti demokrasi juga masih ada. Yang
saya khawatirkan adalah, karena pikiran ngirit ini, jangan-2 nanti NA
juga akan mendukung sistem politik totaliter ala Nazi dan Komunisme
Soviet. Bukan saja ngirit triliunan rupiah, tetapi juga ngirit soal
nyawa manusia dan HAM.
Celakalah Republik Indonesia jika politisinya masih ekonomis dalam nalar dan nurani.
Simak tautan ini:
http://nasional.kompas.com/read/2014/09/08/22502261/Politisi.Partai.Golkar.Nilai.Pilkada.Tak.Langsung.Dapat.Hemat.Rp.41.Triliun
0 comments:
Post a Comment