Bayangkan ada orang yang usianya sudah belasan tahun, tetapi masih terus 'ngempeng' (menetek) Ibunya. Ketika orang bertanya-tanya kenapa demikian, usut punya usut karena hampir semua anggota keluarganya selalu khawatir jika si anak disapih akan terjadi apa-apa thdnya. Kekhawatiran itu terus berlanjut dan menjadi semacam 'keyakinan' kendati si anak sudah lulus SD, lulus SMP, dan bahkan lulus SMA! Maka kendati sang Ibu makin lanjut usia (dan sebenarnya sudah capek juga) sementara si anak juga sudah punya KTP karena secara jasmani dianggap dewasa, tetapi secara psikologi perkembangan manusia, ya masih balita.
Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada PDIP, itulah kiasan yg agak pas buat parpol berlambang Banteng moncong putih ketika dalam Mukernas ke IV di Semarang kemarin memutuskan untuk tetap 'ngempeng' kepada Ketumnya yg sudah belasan tahun, Megawati Soekarnoputri (SM). Dari kaca mata keluarga besar PDIP dan para pendukungnya, tidak ada yg salah dengan "pengempengan" tsb. Bukankah, meminjam istilah Tjahjo Kumolo (TK), sang Sekjen, PDIP harus dipimpin oleh keturunan Bung Karno (BK)? (http://nasional.kompas.com/read/2014/09/20/20363581/Tjahjo.Kumolo.PDI-P.Harus.Dipimpin.Keturunan.Bung.Karno). Demikian juga kecemasan, kekhawatiran, kegalauan yg dilontarkan para petinggi PDIP, termasuk Presiden (terpilih) Jokowi sendiri, akan nasib dan kondisi PDIP seandainya MS turun tahta! Dll. Dsb. (http://politik.rmol.co/read/2014/09/21/172856/Megawati-Masih-Dibutuhkan-Untuk-Amankan-Transisi-PDIP-).
Itulah tragedi dalam politik Indonesia yg, konon, sudah makin dewasa dan menjadi tauladan negara-2 lain dalam ihwal berdemokrasi. Parpol-2 besar, yg sejatinya merupakan perangkat keras atau 'hardware' dalam sistem demokrasi itu, ternyata banyak yg masih menggunakan piranti lunak (software) jadul yg tidak kompatibel dengan sistem. Maka jangan kaget kalau sering mogok (hang), dan bahkan mengalami gagal sistem (system failure) ketika ia dioperasikan. Contoh-2 sudah bejibun. Yang terakhir misalnya kisruh mekanisme pilkada di DPR saat ini, dan UU MD3 yg kini diajukan ke MK. Bisa dikatakan munculnya kedua kasus tsb karena inkompatibilitas antara 'hardware' dan 'software' dalam sistem demokrasi kita, khususnya dlm parpol-2. Maunya demokrasi berjalan lancar, tetapi tidak bisa karena mental dan kelakuan parpol2 dan politisinya masih belum beranjak jauh dari feudalisme. Saking jumudnya, sampai ada petinggi parpol mengatakan pilkada langsung bertentangan dg Sila ke 4 Pancasila!
Balik ke soal PDIP. Saya tidak mengatakan bhw self-understanding PDIP ttg pentingnya MS sebagai Ketum DPP PDIP (yg mengingatkan saya pada julukan Presiden seumur hidup buat BK itu) keliru. Apalagi kalau dilihat dari aspek legal formal, AD/ART partai, jelas tidak ada aturan yg salah dan/atau dilanggar. Bahkan saya juga sepakat dg pandangan bhw seandainya bukan MS yg menjadi jangkar partai tsb sejak heboh Kudatuli pada 1996 itu, belum tentu PDIP akan menjadi parpol yg solid dan besar sampai sekarang. Demikian pula saya setuju bhw MS adalah pemimpin politik perempuan yg tidak kalah dg Maggie 'The Iron Lady' Thatcher dari Inggris, Indira Gandhi dari India, atau juga Angela Merkel, Kanselir Jerman itu. Dan jangan salah, bangsa Indonesia harus bangga bisa memiliki Presiden perempuan sebelum Amerika Serikat (yg sudah 200 th usianya), karena sosok Presiden Megawati juga!
Toh, saya sangat menyayangkan jika PDIP berkembang ibarat orang yg sudah dewasa tetapi masih 'ngempeng' terus. Kendati tidak ada hukum yg dilanggar dan bahkan mungkin si orang itu juga tetap bisa bekerja dan pintar seperti layaknya orang biasa, namun kiranya akan lebih sehat jiwa raganya jika ia tumbuh normal. Kekhawatiran yang berlebihan thd kebaikan sang anak jika disapih, saya kira tidak perlu. PDIP sudah sangat dewasa dan berpengalaman dalam mengarungi segala macam uajian dan pancaroba, mulai Orba sampai sekarang. Bisa dibilang inilah parpol di negeri ini yg paling tahan uji dan tahan cuaca. Kalau demikian, kenapa masih penuh kekhawatiran melakukan regenerasi kepemimpinnya?
Saya kira masalah intinya ada di kalangan elit PDIP itu sendiri. Dugaan saya, ada pihak-2 di dlm inner circle DPP yg tidak pernah siap dan dewasa untuk mandiri dan, karenanya, memilih bertahan mengempeng terus supaya posisi mereka aman. Ada juga pihak yg kurang pede utk melepaskan diri dari zona kenyamanan dan berani berlari menyongsong dan menghadapi tantangan. Bahkan, saya tidak kaget juga jika ada sementara pihak yg punya gagasan agar PDIP membangun semacam "politik dinasti" dan membawa balik Indonesia ke zaman kerajaan. Ironisnya, MS sendiri sudah berkali-2 melakukan terobosan kongkrit yg menunjukkan beliau tidak takut atau khawatir jika PDIP memilih orang yg tepat bukan saja sebagai pemimpin partai tetapi bahkan memimpin RI!
Jadi, rasa-2nya kok mustahil MS yg tidak siap menyapih PDIP, tetapi para ponggawa dan punakawan-2 nya yg tetap menginginkan "pengempengan" jalan terus selamanya. Sayang, sungguh sayang....
Simak tautan ini:
http://www.tempo.co/read/news/2014/09/20/078608383/Politisi-PDIP-Jika-Mega-Bukan-Ketum-Bisa-Kacau
Sunday, September 21, 2014
Home »
» KAPANKAH PDIP BERHENTI "NGEMPENG" DAN MAU DISAPIH?
0 comments:
Post a Comment