Sikap
Fraksi PD di DPR semalam, walkout dlm voting penentuan keputusan RUU
Pilkada, merupakan tampilan yang tidak simpatik dan berpotensi menggerus
kredibilitas partai besutan Pak SBY itu di masa depan. Kalau PD
beralasan bhw itulah yg disebut sebagai "penyeimbang," maka kamus
politik Indonesia seharusnya ditambah dg satu entry baru. Yakni
penyeimbang sinonim dg hipokrisi alias munafik.
Mengapa? Karena PD dan terutama Pak SBY sendiri sebelumnya telah dg sangat terang2an menyetujui Pilkada langsung sbg sikap partai tsb. Bahkan tayangan video You Tube yg berisi wwcr Ketum DPP PD itu pun sudah ditonton jutaan rakyat Indonesia. Tambahan lagi, kendati FPD bisa berdalih bhw opsi pilsung dg 10 syarat adlh pilihannya, tetapi hal itu akan sulit dipertahankan karena poin2 yg disebutkan FPD itu tidak pernah dibahas sebelumnya dan tak mungkin dibahas dlm tempo yg demikian singkat. Apalagi kalau benar bhw semangat 10 poin itu sejatinya tlh terakomodasi dlm RUU tsb. Walhasil, dalih FPD utk walkout hanya dibuat sekenanya saja dan menyisakan pertanyaan serius ttg kualitas partai tsb.
Sikap hipokrit FPD adlh cerminan dr krisis kepemimpinan yg masih menjangkiti PD pasca pemecatan Ketum lama, Anas Urbaningrum (AU), dan tampaknya makin parah sejak kepemimpinan dipegang sendiri oleh duet Pak SBY sbg Ketum dan Ibas Yudhoyono (IY) sbg Sekjen. Alih2 PD berhasil melakukan pemulihan dari krisis dan menjadi kian sehat, justru penampilan partai berlambang Mercy tsb mengalami kemerosotan di segala lini. Liht saja, kasus2 korupsi yg melibatkan elitnya kian terbuka satu demi satu, hasil perolehan Pemilu 2014 merosot jauh, gagal memiliki capres dan cawapres lwt konvensi, dan yg paling memelas adlh kainginan utk rekonsiliasi dg PDIP ditolak oleh Megawati Soekarnoputri (MS). Inilah yg kemudian mendorong Pak SBY untuk mencoba membuat terobosan politik dg memosisikan PD sebagi partai "penyeimbang", yg berarti tidak ikut koalisi manapun.
Saya termasuk orang yg berharap bhw terobosan tsb bisa berdampak positif bg PD pasca Pemilu 2014. Namun demikian saya juga mengatakan perlunya konsistensi dan kualitas yg bagus dari politisi PD, ditambah kepemimpinan Pak SBY jika posisi penyeimbang itu yg diambil. Sayang sekali, tes pertama utk membuktikan apakah posisi penyeimbang PD itu positif, ternyata sudah gagal. PD bukan menjadi penyeimbang tetapi menjadi partai yg bersikap tdk memiliki ketegasan dan terang2an mengingkari komitmennya sendiri. Rakyat Indonesia kini kian gamblang melihat performa partai yg pernah berkuasa selama satu dasawarsa di Republik ini. Performa partai yg kian kehilangan marwah dan kualitasnya sebagai salah satu kekuatan pengawal dan pendukung demokrasi.
Mengapa? Karena PD dan terutama Pak SBY sendiri sebelumnya telah dg sangat terang2an menyetujui Pilkada langsung sbg sikap partai tsb. Bahkan tayangan video You Tube yg berisi wwcr Ketum DPP PD itu pun sudah ditonton jutaan rakyat Indonesia. Tambahan lagi, kendati FPD bisa berdalih bhw opsi pilsung dg 10 syarat adlh pilihannya, tetapi hal itu akan sulit dipertahankan karena poin2 yg disebutkan FPD itu tidak pernah dibahas sebelumnya dan tak mungkin dibahas dlm tempo yg demikian singkat. Apalagi kalau benar bhw semangat 10 poin itu sejatinya tlh terakomodasi dlm RUU tsb. Walhasil, dalih FPD utk walkout hanya dibuat sekenanya saja dan menyisakan pertanyaan serius ttg kualitas partai tsb.
Sikap hipokrit FPD adlh cerminan dr krisis kepemimpinan yg masih menjangkiti PD pasca pemecatan Ketum lama, Anas Urbaningrum (AU), dan tampaknya makin parah sejak kepemimpinan dipegang sendiri oleh duet Pak SBY sbg Ketum dan Ibas Yudhoyono (IY) sbg Sekjen. Alih2 PD berhasil melakukan pemulihan dari krisis dan menjadi kian sehat, justru penampilan partai berlambang Mercy tsb mengalami kemerosotan di segala lini. Liht saja, kasus2 korupsi yg melibatkan elitnya kian terbuka satu demi satu, hasil perolehan Pemilu 2014 merosot jauh, gagal memiliki capres dan cawapres lwt konvensi, dan yg paling memelas adlh kainginan utk rekonsiliasi dg PDIP ditolak oleh Megawati Soekarnoputri (MS). Inilah yg kemudian mendorong Pak SBY untuk mencoba membuat terobosan politik dg memosisikan PD sebagi partai "penyeimbang", yg berarti tidak ikut koalisi manapun.
Saya termasuk orang yg berharap bhw terobosan tsb bisa berdampak positif bg PD pasca Pemilu 2014. Namun demikian saya juga mengatakan perlunya konsistensi dan kualitas yg bagus dari politisi PD, ditambah kepemimpinan Pak SBY jika posisi penyeimbang itu yg diambil. Sayang sekali, tes pertama utk membuktikan apakah posisi penyeimbang PD itu positif, ternyata sudah gagal. PD bukan menjadi penyeimbang tetapi menjadi partai yg bersikap tdk memiliki ketegasan dan terang2an mengingkari komitmennya sendiri. Rakyat Indonesia kini kian gamblang melihat performa partai yg pernah berkuasa selama satu dasawarsa di Republik ini. Performa partai yg kian kehilangan marwah dan kualitasnya sebagai salah satu kekuatan pengawal dan pendukung demokrasi.
Simak tautan ini:
http://nasional.kompas.com/read/2014/09/26/07582911/SBY.Harus.Bertanggung.Jawab.dengan.Akal-akalan.Demokrat.
0 comments:
Post a Comment