Kampanye dukung mendukung pasangan capres semakin cenderung devisif alias memecah belah,Inilah yang Setelah kalangan purnawirawan Jendral, kini merasuki kalangan nahdliyyin, khususnya para elite NU dan/atau banom NU dengan para Kyai. Kemarahan Rois Syuriah PW NU Jatim, KH. Miftahul Ahyar (MA) terhadap Ketua Umum GP Ansor, Nusron Wahid (NW) adalah salah satunya. MA merasa tersinggung berat karena NW, yang mendukung pasangan Jokowi-JK (JJ), mengritik keras para Ktai NU yang mendukung pasangan sebelah, Prabowo-Hatta (PH). NH, seperti dikutip media, mengatakan bhw para kiai sudah lupa sejarahnya, sehingga mereka memberikan dukungan ke PH. Karena itu, masih kata NW "tugas kita yang muda-muda ini untuk meluruskan mereka dan mengingatkan mereka,”
Kritik NW barangkali secara substantif bisa dianggap sebagai sebuah pandangan yang bisa dipertanggungjawabkan. Tetapi dalam konteks kampanye capres dan tradisi kaum nahdlyiin, ucapan NW minimal sudah dianggap mencerminkan etiket yang buruk (su'ul adab) thd ulama. Itu sebabnya MA gusar, dan menyatakan kekecewaannya kepada anggota DPR dari Golkar itu. Beliau mengatakan: "Mayoritas kiai sepuh kecewa dengan manuver politik Nusron itu. Kami sangat kaget dengan pernyataan Nusron itu. Yang jelas kami kecewa karena Nusron sudah membuat statemen yang urakan. Jangan memvonis kami seperti itu. NU tanpa kiai sepuh tidak ada apa-apanya." Kritik NW, yg sebenarnya adalah perbedaan pandangan dalam membaca sikap para Kyai yang mendukung PH, lantas didikapi sebagai sebuah statemen urakan dan vonis thd kyai-kyai sepuh.
Apa yang dilakukan oleh NW bukanlah hal yg baru di NU. Kita ingat kritik-2 alm GD yg mungkin sama pedas atau bahkan lebih pedas kepada para Kyai bukan tak ada. Dan respon mereka juga ada yang marah sampai mufaroqoh (memisahkan diri) atau cukup dengan prihatin dan kecewa. NW memang bukan kaliber almaghfurlah, baik dari sisi keturunan maupun pengaruh. Dan yang jelas ucapan NW adalah bagian dari sebuah kampanye dukung mendukung capres, bukan sebuah statemen yang konteksnya seminar keilmuan atau bahkan sebuah "halaqah bahtsul masail" yang sering menjadi medan perdebatan panas tetapi bukan politis.
Posisi NW sebagai Ketum GP Ansor lebih mempersulit dirinya karena secara kelembagaan ia pun nanti akan menghadapi reaksi keras dari para anggota GP Ansor yang mengikuti pandangan sang Kyai. Pernyataan NW bahwa kaum muda (Ansor) "harus meluruskan dan mengoreksi" para Kyai, tentu akan menjadi bahan kontroversi. Semoga NW mampu memberikan klarifikasi dengan baik sehingga tidak akan menjadi masalah baru baik bagi kredibilitas NW di mata sementara Kyai sepuh, maupun bagi Ansor sendiri.
Sebagai politisi muda dan aktivis serta figur utama GP Ansor, NW adalah sebuah harapan bagi NU dan kaum nahdliyyin. Sayang sekali jika politik dukung mendukung capres membuatnya lupa bahwa NU bukan saja lembaga dan organisasi keagamaan, tetapi juga sebuah subkultur di masyarakat dan bangsa Indonesia. Saya pribadi masih khusnudzhon kepada NW karena saya sedikit banyak juga tahu kepribadiannya, sehingga berharap kisruh ini segera di selesaikan dengan tabayyun kepada para Kyai tsb.
Simak tautan ini:
http://suarakawan.com/2014/06/19/nusron-wahid-tuding-kiai-sepuh-lupa-dengan-sejarah/
Friday, June 20, 2014
Home »
» OMONGAN NUSRON WAHID DAN KETERSINGGUNGAN KYAI SEPUH
politikus muda satu ini memang rada berbakat bicara keras
ReplyDelete