Semakin dekat dg hari H pemilihan Presiden, bukan kesantunan dan nalar yang ditampilkan oleh para pendukung dlm kampanye, tetapi malah sebaliknya: propaganda utk mendiskreditkan lawan dengan isu komunisme. Untuk keperluan propaganda itu, pengaitan gagasan dan ungkapan dengan pemikiran kiri dan penggunaan teori konspirasi digeber habis-habisan. Perkara nalar jelas tidak penting. Dan ironisnya, tapi sekaligus bodoh dan hipokrit, adalah pihak yang menggunakan isu komunis itu lupa atau pura-2 lupa bahwa pihaknya juga sedang mengembangkan gagasan dan melakukan cara-2 yang sedang dikecamnya!
Kubu Jokowi-JK (JJ) sejak pencapresan sudah menjadi target dituding berbau kiri atau komunis. Bahakan Jokowi sudah jadi langganan smear campaign (kampanye hitam) seperti itu, mulai dari soal nama, soal latarbelakang agama, dsb. Kalau kini ditambah lagi dengan mengasosiasikan gagasannya, Revolusi Mental, dengan pikiran kiri dan komunis, saya kira itu cuma soal waktu saja. Dan bagi orang yang malas berfikir tetapi sok tahu karena menyukai teori konspirasi, pengaitan antara gagasan Jokowi dengan komunisme tentu dianggap sebagai sebuah 'bukti' dan 'temuan' yang hebat. Padahal, kalau orang mau sedikit berfikir (sambil agak sedikit punya rasa malu), Bung Karno (BK) yang kini ditiru gayanya oleh Prabowo pun mengambil banyak gagasan kiri. Beliau sangat fasih mengutip gagasan-gagasan Marx, Lenin, Mao, selain gagasan-2 Gandhi, Tagore, Iqbal, dan bahkan sabda Nabi Muhammad saw, dll. Pemikiran beliau tentang "berdikari" (berdiri di atas kaki sendiri), atau anti-imperialisme dan anti neo-kolonialisme (Nekolim) tak mungkin dipisahkan dari pikiran-2 Marx.
Alm GD tidak kalah hebat dalam mengutip Marx dan Mao ketimbang BK. Dan saya berani jamin pemahaman GD mengenai Marxisme dan pemikiran komunisme tidak akan kalah dibanding tokoh PKI yg manapun. Tetapi akan sangat konyol bin tolol kalau kemudian menganggap alm GD dan pemikirannya dianggap terpengaruh komunis! Kait mengait antara statemen, ungkapan, dan metoda adalah sesuatu yang jamak dalam pemikiran filsafat. Sama juga dengan pemikiran Mohammad Hatta mengenai demokrasi ekonomi pun merupakan sebuah kristalisai pemikiran dan perenungan dari berbagai sumber yang salah satunya jelas adalah filsafat sosial kiri. Tetapi apakah Hatta, sang proklamator, bisa ditudingsebagai tersusupi komunisme?
Cara berfikir para penggemar teori konspirasi itu adalah produk dari pikiran dan kondisi psikologi penguasa rezim Orde Baru yang ditegakkan di atas fundamen ketakutan, kebencian, kecurigaan, dan ketidak nalaran. Itulah rezim yang membuat bangsa Indonesia selama 30 tahun lebih tidak pernah mampu membaca khazanah literatur dunia dan (apalagi) menghasilkan pemikiran yang diakui dunia, gara-gara melarang rakyatnya membaca dan melarang menulis gagasan yang dianggap menakutkan mereka. Proses pembodohan yang massif, sistematis, dan terstruktur itu berdampak jauh sampai sekarang. Dan salah satu hasilnya adalah masih banyaknya elit yang punya kecenderungan 'paranoid schyzoprenic': takut terhadap yang lain dan memandang pihak yg tidak disetujui sebagai musuh yg harus dihancurkan. Dan 'musuh' yang paling mudah dijadikan sasaran adalah pikiran kiri, komunisme, dan kadang-2 juga apa yg disebut dengan 'liberalisme'. Lucunya dan hipokrisinya adalah, gaya hidup mereka baik individu maupun kelompok sulit dibedakan dengan para kapitalis hedonis.
Kubu JJ lebih baik tidak terlalu meladeni kegilaan dan paranoia itu, tetapi mesti siap untuk membawa ke ranah hukum jika kampanye hitam itu telah menjadi fitnah. Model kampanye bodoh seperti itu mungkin menarik untuk sesaat, apalagi kalau dikembangkan oleh media. Tetapi biasanya justru dampaknya adalah berbalik kepada pihak yang memproduksi dan menyebarkan histeria massa tsb. Sebab, bukankah model agitasi dan propaganda (agitprop) semacam itu adalah salah satu karakter dan metode dari PKI sendiri?
Simak tautan ini:
http://www.merdeka.com/politik/kubu-prabowo-mulai-serang-jokowi-dengan-isu-komunis.html
0 comments:
Post a Comment