Dalam politik, yg namanya perubahan bisa datang dan pergi secepat angin. Hari ini dipuji, besuk dimaki, dan sebaliknya. Maka, logikanya, jika anda tak ingin diterpa angin, anda harus selalu berada di atas angin. Tapi, mungkinkah posisi demikian ada dalam politik? Saya ragu. Tengok apa yg dialami Pak SBY di satu pihak dan Jokowi di pihak lain. Keduanya, boleh dikata adalah dua diantara figur politik paling top di Indonesia saat ini, kendati dalam posisi yang berbeda: yg satu akan lengser keprabon, yang satu akan berusaha meriah kursi keprabon. Tetapi, dua-2nya mengalami "nasib" yg agak mirip hari-2 ini. Pak SBY menjadi target kritik karena partainya yg berkuasan 10 tahun terakhir, PD, tumbang dengan telak dan hanya meraih posisi ke 4 atau 5. Jokowi, media darling pra Pileg, kini "dikuyo-2" media sebagai tertuduh karena ternyata beliau dianggap tidak cukup sakti mengerek perolehan suara partainya, PDIP, kendati sudah menjadi pemenang dg perolehan sekitar 19-20%. Ketokohan beliau berdua seolah-olah "berhenti" dan "lenyap" pada saat hasil hitung cepat diumumkan dan ternyata mengecewakan sebagian orang yang berharap ada keajaiban-2. Kapasitas kedua beliau seakan tak berbekas, begitu hasil tsb dianalisa, diplintir, dan ditafsir oleh ahli survei, pengamat (politik, agama, psikolog, dll), pembawa acara TV, Radio, dan editor koran. Jejaring sosial pun makin menambah gencarnya "politik lupa" ini dan dengan bangga mewartakan kabar buruk seakan-akan kedua putra bangsa tersebut sudah kehilangan relevansi bagi perjalanan politik negeri dan bangsa ini. Dilupakan bahwa hasil Pileg barulah sebuah proses awal yg belum bisa dipakai untuk mengukur kehebatan dan kelemahan keduanya dalam sejarah bangsa. Dilupakan bahwa parpol yg menang dan kalah nanti juga sama-2 berpotensi menjadi penyumbang politisi koruptor dan para politisi sontoloyo (polikor dan poliyo) di Senayan. Dilupakan bhw parpol yg menang dg menjajakan isu agama dan SARA itu juga melakukan manipulasi ajaran, sejarah, dan para tokoh agama dalam rangka mengelabui para pemilih yg awam. Dilupakan bahwa media yg hari ini "menguyo-2" itu kemarin masih melontarkan puja-puji dan penjilatan-2 yang menjijikkan. Dll Dst. Politik, memang, identik dengan perubahan: yang menang bisa kalah dan sebaliknya. Tetapi anehnya, jika memang demikian, bukankah seharusnya kita jangan terburu-2 pula menganggap yg menang itu pasti benar dan yg kalah itu pasti salah, dan harus dikuyo-2? Wallhua'lam!
http://nasional.kompas.com/read/2014/04/09/1652325/LSI.Jokowi.Belum.Bisa.Kalahkan.SBY
Thursday, April 10, 2014
Home »
» BALADA PAK SBY DAN JOKOWI PASCA-HITUNG CEPAT PILEG 2014
0 comments:
Post a Comment