Dukung mendukung atau kritik mengritik capres merupakan hak dari semua
warganegara, termasuk para pengamat. Hanya saja jika para pengamat mulai
kelewatan alias lebay tentu harus diperingatkan, atau setidaknya
dipertanyakan. Contohnya, pengamat dari Universitas Trisakti (Usakti)
yang konon pakar bidang perkotaan, Yayat Supriyatna (YS), ini. Entah
karena saking dia sudah suntuk atau karena memang menganggap dirinya
juga ahli agama, maka kemudian argumennya menjadi aneh. Dia mengatakan
kalau orang Jakarta melepas Jokowi sebagai capres, artinya mereka sama
saja dengan "melepas rahmat Tuhan." Alasan YS adalah karena pasangan
Jokowi-Ahok, oleh warga DKI "dinilai merupakan rahmat dan anugerah dari
Tuhan kepada masyarakat Ibu Kota." Sepintas, omongan ini seperti memuji
Jokowi yang memberikan harapan baru kepada Jakarta. Namun saya yakin
tujuannya 'sebelas-duabelas' saja dengan para penolak pencapresan Gub.
Jokowi. YS memang tidak sevulgar Ridwan Saidi (RS) atau petinggi
Gerindra yg menganggap Jokowi itu tidak konsisten, bohong, penghianat,
tak layak, dll. Tetapi gaya YS juga tak kalah lebay, karena
mengapropriasi Tuhan dan memakai wacana agama secara distortif. Benarkah
jika rakyat Jakarta merelakan Jokowi jadi Presiden RI, mereka sedang
melepas rahmat Tuhan, seperti kata YS? Saya kira tidak. Justru warga
Jakarta sedang berupaya (berijtihad) mencari rahmatNya yang lebih besar
lagi. Jika Jokowi dlm posisi Presiden, maka beliau bisa lebih kuat
mendukung Gubernur DKI yg baru nanti, Ahok, dalam mewujudkan berbagai
program pembangunan Jakarta. Bukankah salah satu kendala yg dihadapi
Jokowi-Ahok adalah ketidak pedulian pemerintah pusat ketika mereka
berdua sedang bekerja keras mengatasi banjir, kemacetan lalu lintas, dan
pembenahan infrastruktur kota?. Bukankah Pemerintah Pusat yg semestinya
ikut bertanggungjawab dalam beberapa bagian, ternyata malah hanya
belagak pilon?. Dlm kasus mengatasi kemacetan, Pemerintah Pusat malah
punya rencana mobil murah yg jelas bertentangan dg rencana Pemda DKI.
Jika tafsir ini dipakai, maka YS sejatinya telah melakukan distorsi
terhadap pemahaman ajaran tentang sikap menerima dan melepas rahmat
Tuhan. Dan distorsi seperti ini tak lebih hanyalah salah satu modus
penolakan thd pencapresan Jokowi dengan selubung wacana akademis dan
agamis, sehingga terdengar manis, menarik, dan penuh pujian. Ibarat
racun yang dioleskan pada buah apel yg ranum...
Selanjutnya baca tautan ini:
http://megapolitan.kompas.com/read/2014/03/28/0536377/Pengamat.Apa.Warga.Jakarta.Rela.Melepas.Rahmat.Tuhan.?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Kpopwp
0 comments:
Post a Comment