MENDEKONSTRUKSI BLUSUKAN. Barangkali di Indonesia selama dua tahun terakhir ini, tidak ada kata yang lebih ngetop melebihi kata yang satu ini: "blusukan." Inilah kata yg menjadi semacam mantra, ikon, dan sekaligus simulacrum dalam wacana dan kiprah politik nasional sejak diperkenalkan oleh Gubernur DKI, Jokowi. Blusukan, yang artinya tak lebih dan tak kurang adalah keluar masuk kampung itu, lantas menjadi kata yg punya makna dan magnet politik, identik sengan segala hal yang terkait dg Jokowi. Dengan kata lain, Jokowi sebagai orang, sebagi pejabat, sebagai figur pemimpin identik dengan blusukan dan sebaliknya. Dan dengan demikian, kata itu adalah representasi dari tokoh, figur, perbuatan, keberhasilan, kegagalan Jokowi. Maka jadilah blusukan semacam monumen simbol dari Jokowi. Dan jika mau menghancurkan sang Gubernur, yg paling tepat adalah dengan menghancurkan monumen itu! Blusukan pun menjadi proyek dekonstruksi lawan-2 Jokowi; ia memiliki makna yang mirip dg kata "neolib" atau "kapitalis" atau "sekuler" atau "komunis" atau "fundamentalis" "jihad" dan bahkan "teroris" dan sejenisnya, bagi mereka yg menolak dan ingin memmbendung Jokowi. Blusukan menjadi medan pertarungan wacana yang bermuatan relasi kuasa-kuasa (power) bagi mereka yang sedang berlaga, seperti politisi, tim sukses, pengamat, media, dan bahkan publik. Maka kata yang semula sederhana yg diambil dari praktik keseharian orang Jawa itu, menjadi sangat tidak sederhana. Tergantung dimana posisi pembicara dalam relasi kuasa-kuasa itu berada, mk blusukan akan dipahami dan dimengerti. Ia bisa menjadi sangat akrab tetapi bisa menjadi musuh yang mengerikan. Bahkan, dalam wacana politik jelang Pemilu, blusukan menjadi penting untuk didiskusikan oleh filsuf sekaliber Romo Franz Magnis, dan disebarluaskan oleh portal berita. Walhasil, blusukan kini adlh istilah yg tak bisa dimengerti lagi oleh orang biasa dan terlepas dari pencipta dan pengucap awalnya. Jokowi dan seluruh kiprahnya sebagai capres pun lantas tergantung pada satu kata itu. Sama dengan ketika BK identik dengan kata "Revolusi" dan Pak Harto dengan kata "Pembangunan" dan Gus Dur dengan kata "Demokrasi." Blusukan, dengan kata lain, adalah sebuah ideologi, mantera, simulacrum, dan kekuasaan yang harus digoyahkan, diexcorcise, dibongkar, dan dihancurkan oleh lawan-2 Jokowi.
Selanjutnya baca tautan ini:
http://pemilu.okezone.com/read/2014/03/21/567/958740/blusukan-tak-akan-selesaikan-masalah-bangsa
0 comments:
Post a Comment