Arogansi Ruhut Sitompul (RS) sudah kelewatan
dengan menolak meminta maaf kepada Boni Hargens (BH) setelah dilaporkan
kepada penegak hukum karena dianggap melakukan penghinaan rasial. RS
bukannya menggunakan kesempatan itu utk mau mengakui salah,
tetapi malah memakai kedok hukum, seolah-olah hanya dirinya saja yg
paham dan karenanya BH salah. Padahal pemahaman hukum RS hanyalah upaya
mencari pembenaran dengan menggunakan tafsir terhadap kata "hitam" yang
dipakainya ketika sedang naik pitam dalam sebuah diskusi di sebuah acara
TV. Konteks statemen itu memang bisa memunculkan banyak tafsir. Itu
sebabnya BH kemudian melaporkan RS ke Polisi agar masalah menjadi jelas
status hukumnya. BH bisa saja bukan seorang ahli hukum atau paham soal
hukum. Tetapi sebagai warga negara, BH tdk keliru dan berhak membawa
kasusnya ke ranah hukum. Apalagi kemudian ada dukungan dari Komnas HAM
bhw statemen RS memang adalah rasisme. Bahkan lembaga tsb
merekomendasikan kepada Polda Metro Jaya agar menerapkan Pasal 16 dan
Pasal 4 huruf b angka 1, 2, dan 3 UU 40 Tahun 2008 dalam penyelidikan
kasus itu. Ini berarti masalahnya bukan soal tahu atau tidak tahu
masalah hukum, tetapi sebagai sebuah upaya warga negara mendapat
kejelasan thd masalahnya. Jika tidak diperjelas, arogansi para politisi
atau orang yg sedang berkuasa akan terus terjadi dg semena-2. Saya
sepakat dg BH bahwa kasus ini bisa menjadi pelajaran bagi masyarakat
agar tak melakukan penghinaan rasial. Di alam demokrasi yang berdasarkan
supremasi hukum, orang-2 yang sok kuasa dan arogan akhirnya harus tahu
bahwa mereka tidak berada di atas hukum. Kendati mereka bergelar Sarjana
Hukum, menjadi Pengacara, dan bahkan sekaligus pembuat UU di DPR
sekalipun!
Selanjutnya baca tautan ini:
http://nasional.kompas.com/read/2014/03/20/0658509/Perkara.Dugaan.Penghinaan.Rasial.Ruhut.Pantang.Minta.Maaf.ke.Boni.Hargens
0 comments:
Post a Comment