Setiap kali
ada kabar tentang eksekusi mati TKI di Arab Saudi, atau hukuman mati di
Malysia, Singapura, dll negara, maka muncul pemandangan kontradiktif
antara publik dan Pemerintah. Publik umumnya menunjukkan
simpati luar biasa terhadap sang korban dan menganggap Pemerintah telah
gagal melindungi warga negara yg diamanatkan konstitusi. Jika kemudian
ada infomasi-2 yang lebih sensasional dari kalangan LSM atau kelompok
pegiat HAM, makin menjadi-2lah sentimen tsb. Di pihak Pemerintah
biasanya adalah pembelaan diri bhw pihaknya telah berupaya maksimal, dan
bahkan mengeluarkan anggaran negara yg berjumlah besar yg kadang terasa
tidak masuk akal sehat. Bagaimana bisa seorang yang dituduh, didakwa,
dan divonis kriminal di negara lain dibela dg uang milyaran, sementara
jutaan rakyat yg masih membutuhkan biaya utk hidup malah tak
diperhatikan. Fenomena kontradiksi ini muncul sebagai implikasi dari
kecenderungan ketidak percayaan yang tinggi thd Pemerintah, di satu
pihak, dan ketidak pahaman publik mengenai persoalan TKI serta hukum di
luar Indonesia. Tentu ada faktor lain, seperti politisasi masalah TKI
dan media yang memanfaatkan peristiwa tsb untuk meningkatkan rating
mereka. Selain itu kemampuan komunikasi publik yg dimiliki lembaga
pemerintah sangat rendah sehingga pejabat-2 terkait masalah TKI selalu
terkesan menunggu dan tidak pro-aktif. Penjelasan akademis yang
memberikan perspektif hukum seperti yg dikemukakan Prof. Dr. Hikmahanto
dari UI, nyaris jarang disosialisasikan. Padahal dimensi keadilan dan
kepastian hukum ini sangatlah penting dipahami publik. Bukan hanya
sentimentalitas dan politisasi kasus TKI saja yg menjadi wacana dominan.
Kasus Satinah ygkini marak diekspose tidak akan menjadi peristiwa
terakhir, jika persoalan TKI dan kriminalitas di negara asing tidak
dituntaskan secara rasional. Indonesia dan Pemerintahnya akan selalu
menjadi mangsa empuk bagi sensasionalisme dan politisasi kelompok-2
serta orang-2 yang memanipulasi isu solidaritas warga, HAM, kebijakan
ketenagakerjaan yang salah dll. Sementara nasib TKI di negara-negara
asing akan juga tak berubah banyak karena perhatian publik di negeri
sendiri hanya muncul secara massif ketika terjadi kasus-2 hukuman mati.
Padahal kasus-2 tsb belum dipahami secara memadai dan proporsional,
sehingga jelas apakah pantas dibela atau tidak.
Simak tautan ini:
http://www.tempo.co/read/news/2014/03/29/173566265/Pembayaran-Diyat-Dianggap-Contoh-yang-Buruk).
0 comments:
Post a Comment