Kalau di Partai demokrat punya Ruhut Sitompul (RS), kenapa PPI tidakboleh punya Tri Dianto (TD)? Dalam psywar politik di masyarakat yang tidak lagi menganggap penting etiket dalam wacana publik seperti Indonesia saat ini, siapa yang bisa sesumbar, teriak paling keras, dan mengeluarkan kalimat-2 paling menghina itu yang akan dianggap "menang" dan yang keudian ditepuk-tangani, diliput habis, disiarkan berulang-2, dan "digoreng" oleh media (yang juga tidak lagi peduli soal etiket dan bahkan etika pers). Makin goblok dan bohong statemen-2 yang diarahkan kepada pihak lawan, dianggap paling bagus, paling layak tayang dan siar, dan dinilai paling berisi (dan diinginkan publik). Nalar, pembuktian, dan efek terhadap mutu wacana, tak penting atau bahkan dianggap hanya faktor pengganggu saja. Justru, siapa yg paling mampu menampilkan keekonomisan nalar dg cara paling nyinyir, itulah yang akan disiarkan media. Yg disebut terakhir itu, di negeri yang memang sedang mengalami erosi keadaban publik (public civility) ini, adalah salah satu produsen utama kebohongan dan wacana-2 miskin nalar, karena kedua hal itu, menurut para pemiliknya, paling laku dijual dan ratingnya tinggi!. Kalau ada media yang berusaha mengungkap korupsi melalui investigative reporting serius, malah berpotensi dimusuhi rame-2 dan kalau perlu difitnah, dan kalau perlu diteror!. Orang terkadang melupakan hakekat perkelahian antara PD dan PPI, yakni perkelahian dua kubu dari sebuah organisasi politik yang sedang mengalami pembusukan di dalamnya. Jadi sebetulnya, kedua kubu hanyalah sedang lomba memamerkan pihak mana yang lebih busuk. RS dan TD, tak lebih dan tak kurang, adalah jubir yang dianggap paling bagus dari masing-2 kubu. Tujuan akhirnya: kedua-2nya harus hancur. Tiji, tibeh (mati siji, mati kabeh)!.
Selanjutnya baca tautan ini:
http://news.okezone.com/read/2013/11/15/339/897249/ketimbang-bikin-onar-tri-dianto-diminta-pulang-kampung
0 comments:
Post a Comment