Putusan Peninjauan Kembali (PK) thd PK yang
pernah diajukan terkait pidana pembunuhan aktivis dan pejuang HAM, Munir
(M) adalah salah satu bukti paling jelas bahwa hukum di negeri ini
hampir mutahil bisa memberikan kepastian dan keadilan hukum.
Dan lagi-2 masalahnya terletak pada oknum-2 Hakim yang ada di Mahkamah
Agung (MA). Secara prosedural, sungguh membingungkan jika sebuah PK
dalam kasus pidana seperti ini lantas bisa di PK lagi yg hasilnya
mementahkan putusan PK sebelumnya. Lalu apa makna dari sebuah kasasi dan
PK, jika kemudian masih bisa di tinjau kembali? Sampai berapa banyak PK
boleh diajukan dan oleh siapa saja? Ini dari sisi kepastian hukum. Dari
sisi keadilan, semua orang tahu bhw kasus Munir masih belum tuntas
tabir gelap yang menyelimutinya. Seharusnya pihak penegak hukum
membongkar tabir tsb. Alih-2 demikian. Justru pihak-2 yang dirugikan
secara langsung, seperti keluarga almarhum, dan yang tak langsung, yakni
para pejuang HAM dan para korban yg dulu diperjuangkan almarhum serta
para pejuang perlindungan HAM di negeri ini, kian dikecewakan dan
dilecehkan dengan sirkus hukum yang digelar oleh para Hakim di Mahkamah
Agung. Apa yang dipamerkan oleh MA dalam kasus PK Pollycarpus ini
merupakan bukti kesekian kalinya, bahwa reformasi bidang hukum adalah
titik paling lemah di negeri ini. Dan ia harus dilakukan dan diawali
dari Mahkamah Agung RI.
Selanjutnya baca tautan ini:
http://www.tempo.co/read/news/2013/10/07/063519834/Putusan-PK-Pollycarpus-Suciwati-Saya-Patah-Hati
0 comments:
Post a Comment