Selasa, 15 Oktober 2013 09:33 wib
Ratu Atut Chosiyah
JAKARTA - Dinasti politik keluarga Gubernur banten, Ratu Atut Chosiyah, dinilai tidak berkualitas dan merusak tatanan demokrasi. Hal itu diperparah dengan cara-cara kotor dan korupsi untuk meraih jabatan.
“Dinasti politik Ratu Atut sangat jelek dan merusak demokrasi. Sebenarnya tidak ada larangan bagi setiap warga negara untuk berpolitik, namun ketika mereka dipaksakan menjadi pejabat publik tanpa melalui tahapan dan seleksi, maka hasilnya ya seperti itu,” kata pengamat politik, AS Hikam, kepada Okezone, Selasa (15/10/2013).
Menurutnya, dinasti politik terjadi tidak hanya karena pejabat dan kroni-kroninya melainkan juga ditentukan oleh partispasi rakyat. Sebagai pemilih, rakyat tidak memperhatikan latar belakang orang yang dipilihnya namun lebih pada money politik yang bakal diterimanya.
“Memang tidak bisa disalahkan itu terjadi karena Atut beserta keluarganya, tapi rakyat sebagai pemilih sering terbuai dengan berapa uang yang diterima untuk memilih calon tersebut,” ujarnya.
Dia menambahkan, aturan pembatasan dinasti politik tidak bisa dilakukan karena melanggar hak asasi manusia. Pasalnya, setiap warga negara mempunyai berpolitik untuk memilih dan dipilih.
“Yang perlu diatur itu proses kompetisinya. Semuanya harus melewati tahapan dan fase yang sama tidak ada pembedaan. Jangan karena anak atau adik gubernur lalu dapat dengan mudah mendapat jabatan,” urainya.
Dinasti politik untukmelanggengkan kekuasaan tidak hanya di Banten, melainkan juga terjadi di sejumlah partai politik. “Anaknya baru lulus S1 langusng dijadikan sekjen, jadi ketua. Ini tidak sehat dan merusak demokrasi,” pungkasnya.
(tbn)
0 comments:
Post a Comment