Sudah sering saya katakan (dan akan saya katakan lagi) bhw salah satu cara memahami perpolitikan di Indonesia adalah dengan menggunakan paham terbailik, atau kalu di pesantren di sebut "mafhum mukholafah." Kalau elit PKS bilang tidak ada perpecahan, tetapi cuma beda posisi, maka artinya memang ada perpecahan dan bukan hanya beda posisi. Tifatul Sembiring (TS) vs Anis Matta (AM) memang mewakili dua kubu yg saling bertikai pasca skandal daging sapi yg kemudian membawa-2 boss dari boss KS, Hilmi Aminuddin (HA) ke KPK. Jagad PKS langsung gonjang-ganjing dan elite PKS pun seperti "dikocok" (scrambled). Maka mulailah terjadi penajaman perkubuan dan perebutan 'posisi', antara apa yg disebut kubu sejahtera dan kubu keadilan, antaa yg ingin tetap setia kepada koalisi vs yang mau hengkang. Dinamika itu sejatinya hal yg sah dan sehat-sehat saja, karena mungkin PKS memerlukan penyaringan dlm elite dan kadernya. Hanya sayang, momen kemelut ini tidak tepat, karena muncul ketika Pemilu sudah di ambang pintu. Jika elit PKS makin terbelah, maka kalaupun tidak sampai bubar, tentu partai ini harus menghadapi penurunan pemilih dlm Pemilu. Jika sampai jumlahnya di bawah 3.5%, artinya PKS harus menunggu 5 tahun yad untuk tampil di panggung politik nasional.
Selanjutnya baca tautan ini:
http://news.detik.com/read/2013/06/07/141623/2267107/10/rumor-kubu-anis-vs-tifatul-dewan-syariah-pks-kami-satu-jamaah
Friday, June 7, 2013
Home »
» SEMAKN DIBANTAH SEMAKIN JELAS ADA KISRUH DI ELIT PKS
0 comments:
Post a Comment