Sangat disayangkan bhw para pembantu Pak SBY dalam menjalankan komunikasi publik makin cenderung blunder dan merusak (damaging) citra positif beliau. Di DPR, publik sudah hapal dengan gaya Ruhut Sitompul (RS) yg bombastis dalam melakukan pembelaan thd PD dan Pak SBY, khususnya di media. Di Istana, Dipo Alam (DA) tidak jauh beda. Namun kerusakan citra yg diakibatkan DA, hemat saya, jauh lebih besar ketimbang RS. DA yg bukan politisi spt RS, tetapi menggunakan jurus 'api melawan api' dan siasat 'bumi hangus.' Pdhl lawan DA bukan parpol dan/atau politisi spt yg dihadapi RS, tetapi figur-2 yang dihormati ummat beragama. Kita ingat bgmn DA mengibaratkan tokoh-2 agamawan yg mengritik kebijakan SBY dengan istilah "gagak-gagak hitam." Terakhir, ia menyatakan Rm Franz Magnis (FM) sebagai "dangkal" karena tak sepakat dg pemberian ACF Award kpd Pak SBY. Belum lagi ulah DA yg kontroversial ketika melaporkan nama-2 tertentu kepada KPK terkait isu korupsi, dsb. DA harusnya faham bahwa strategi komunikasi yg spt itu sangat riskan jika tak ditopang pembuktian yg kuat dan tingkat kepercayaan publik yg tinggi thd dirinya. Sayangnya, kepercayaan publik tampaknya masih lebih tinggi thd FM ketimbang thd DA, dan ini berarti resiko statemen DA lebih merugikan citra Pak SBY dan Pemerintah amat besar. Saat ini Pak SBY dan terutama PD sedang membutuhkan 'dongkrakan' citra positif menjelang Pemilu 2014 dan strategi komunikasi DA jelas sangat tidak menolong!. DA mesti merevisi total strategi komunikasi publiknya agar menghindari defisit citra yg lebih besar.
Selanjutnya baca tautan ini:
http://www.tempo.co/read/news/2013/05/24/078482894/Adnan-Buyung-Dipo-Alam-Lancang
0 comments:
Post a Comment