(Udara pagi masih cukup dingin dan mentari pun belum
sampai sepenggalah saat saya sowan. Gus Dur rupanya baru menyelesaikan
sholat dhuha, ketika saya masuk ruangan. Kicau burung dan gemericik air
terdengar sayup-sayup menerobos jendela menambah semarak suasana pagi.)
Oleh: Muhammad AS Hikam
"Assalamu'alaikum, Gus.." Ucap saya seraya menyalami dan mencium tangan beliau
"Salam, Kang.. piye, waras tah? Sudah agak lama baru nongol.." Jawab GD sambil duduk. Saya pun mengikuti.
"Alhamduliilah, Gus, maaf baru bisa sowan lagi, soalnya baru selesai urusan banjir di Jakarta, hehehe..."
"Lho emangnya daerah sampean kena banjir juga?" Tanya GD
"Kalau di kampung saya persis sih tidak,
Gus. Cuma di sekelilingnya dan di jalan-jalan wilayah Ciputat, Pondok
Indah, Fatmawati itu sering kena banjir atau pohon-pohon yg tumbang,
lalu macet berat.." Terang saya
"Yah, semoga tidak makin parah saja, Kang, itulah akibat terlalu njomplangnya
pembangunan. Peredaran uang dan pembangunan terkonsentasi di ibukota
negara. Sementara kapasitas sebuah kota seperti Jakarta kan terbatas,
karena memang tidak ideal untuk sebuah ibukota negara." Kata beliau
menjelaskan.
"Kayaknya semua orang mengusulkan ibukota dipindah, Gus.."
"Dari
zaman Pak Karno juga sudah ada ide itu, tapi masalahnya kan tidak
sekadar pindah begitu saja. Harus ada pertimbangan dan perencanaan yang
pas. Kalau saya, ibukota itu ya dipisahkan dari aktivitas bisnis dan
industri. Lihat model Washington dan Canberra, atau di Putrajaya itu.
Jakarta sejak dibangun zaman VOC campuraduk nggak karuan lalu
diteruskan saja sampai sekarang. Jadinya ya ibarat desa raksasa saja,
bukan sebuah ibukota negara yang benar-2 dirancang untuk pusat
pemerintahan." GD menjelaskan panjang lebar.
"Setuju
Gus. Ngomong-2 soal pemerintahan, Gus, sekarang ini muncul lagi isu akan
ada kudeta. Tak kurang yang melontarkan malah Presiden sendiri.."
"Halah, Kang, sampean ini kagetan saja. Mbok ya sudah ndak usah repot-repot.
Mana ada upaya kudeta segala rupa... Saya kira itu pemanasan politik
menjelang Pemilu. Paling-2 juga perang urat saraf dari mereka yang anti
SBY dengan melontarkan isu pemakzulan atau sejenisnya. Itu sih biasa.."
Potong GD cepat.
"Tapi kan kita pernah mengalami hal itu, Gus?" Kilah saya.
"Kalau
zaman kita dulu beda. Waktu itu kekuatan anti Reformasi sangat kuat,
bahkan kelompok militer yang tidak happy dengan kebijakan politik dan
ketatanegaraan saya kan juga menyusun kekuatan. Mereka bersama para
politisi yang gerah dengan perubahan-perubahan mendasar dan cepat
khawatir. Sementara parpol sangat terfragmentasi dan rakyat terlalu
lemah paska Orba." Terang beliau.
"Dan mereka berhasil mengisolasi njenengan ya Gus, sehingga praktis sendirian."
"Ya
karena saya juga tidak ingin ribut-ribut. Kekuasaan tidak harus
dipertahankan dengan mengorbankan nyawa rakyat banyak. Kalau waktu itu
saya mau, kan banyak juga yang siap mendukung habis-2an. Tapi buat apa,
wong kekerasan tidak akan menyelesaikan masalah, tapi menambah
persoalan. Negara kita sudah terlalu sering mengalami pertumpahan darah
rakyat yg ndak perlu. Kita lihat saja apa yang terjadi setelah pemaksaan
pemakzulan itu, apakah Reformasi menjadi lebih baik. Nyata kan enggak,
toh?"
"Benar, Gus, reformasi kini semakin diragukan
banyak pihak. DPR kehilangan kepercayaan, Pemerintah sangat lamban
memecahkan masalah-2 strategis, korupsi marak, dan konflik serta
kekrasan sosial makin marak.." Kat saya menimpali"Belum lagi soal
supremasi hukum, yang paling saya perhatikan, Kang. demokrasi tidak akan
tegak tanpa supremasi hukum, Malah bisa saja namanya demokrasi tapi
isinya anarki dan kesewenang-2an. Hukum malah dipakai untuk melegitimasi
tindakan-2 yang berlawanan dengan keadilan." Sambung GD
"Seperti
yang dialami oleh sahabat njenengan, Pak Anand Krishna. Beliau difitnah
melalui tuduhan pelecehan seksual yg walaupun ternyata dibebaskan di
Pengadilan Negeri tetapi oleh MA dicabut dan malah dihukum melalui
kasasi. Padahal inti masalahnya ya karena beliau melakukan pembelaan hak
asasi manusia, khusunya di bidang kebebasan beragama dan berkeyakinan,
Gus.."
"Saya tahu itu Kang.. Pak Anand, alm. Romo
Mangun, alm. Bu Gedong Oka, alm. Kang Muslim Abdurahman, mas Djohan
Efendi dll itu kan satu citakan dan komplotan dengan
saya dalam urusan pembelakan HAM dan kebebasan beragama. Makanya
resikonya ya tidak jauh-jauh amat, hehehe..." Sambung beliau sambil
tertawa.
"Injih Gus, tetapi saya sangat kasihan dengan
Pak Anand, karena tuduhannya sangat mengerikan. Secara legal formal
beliau dikenai dakwaan pelecehan seksual, tetapi yang disebarkan di
masyarakat di Bali, beliau difitnah sebagai orang yg lebih berbahaya
dari teroris, Gus. Sangat mengerikan, karena bagi masyarakat Bali
terorisme kan bahaya dan ancaman paling top, tetapi Pak Anand lebih dari
itu.." Kata saya agak meninggi..
"Lha apa urusannya dengan Bali segala?" Tanya GD
"Kan
Pak Anand selama proses kasasi berjalan dan pembelaan itu tinggal di
Ashramnya di Ubud, Gus. karena di Jakarta sudah tidak terlalu aman. Toh
tetap saja beliau ditahan paksa oleh Kejaksaan.."
"Masya
Allah, saya ikut prihatin Kang, tak mengira beliau mendapat cobaan
separah itu. Ya semoga tabah saja dan kawan-kawan seperjuangan terus
memback-up sedapat mungkin. Insya Allah yg namanya fitnah akan kalah
pada akhirnya dan semua dibikin terang benderang.." Kata GD.
"Benar
Gus, wong sebagian Hakim-hakim kasasinya sekarang ada yg ditahan atau
diperiksa karena ternyata melakukan korupsi..""Nah, kan.. saya tidak
percaya sedikitpun tuduhan yg ditimpak kepada Pak Anand, wong saya tahu
persis siapa beliau dan kiprahnya. Ya memang ada pihak-2 yg gerah dengan
kiprah beliau yang dianggap menyinggung agamanya dan kepentingan
politiknya. Pak Anand kan orang yg kritis dan to the point. Sayang
beliau tak punya organisasi massa atau ditopang parpol dll. Karena
beliau itu kan intelektual dan pemikir. Bukan seperti kita-kita ini Kang
yang bisa kemana-mana, hehehe..."
"Tapi beliau punya
jejaring internasional, Gus yang saat ini sangat intensif membantu dan
membela kasus bleiau agar diketahui dunia termasuk PBB, Mahkamah
Internasional, dll..." Saya meneruskan.
"Baguslah kalau
demikian, memang itu yg mesti dilakukan karena bagaimanapun fitnah yang
keji itu harus dibongkar dan diketahui oleh seluruh dunia..."
"Jadi, Gus, urusan heboh kudeta itu gak perlu dibuat repot ya, hehehe..." Saya kembali menanya soal sebelumnya.
"Ya
biarin saja elit penguasa heboh, kan rakyat juga mencatat. Itu kan
berarti juga ada rasa kurang aman atau, bisa jadi, semacam rasa bersalah
sehingga muncul pernyataan itu. Rakyat tidak tertarik dengan upaya-2
inkonstitusional juga, sehingga kalau ada upaya pemakzulan pun kalau
memakai pemaksaan kehendak rasanya tidak akan berhasil. Rakyat Indonesia
labih banyak yang diam karena mereka masih sangat sibuk dengan urusan
dasar yg belum selesai, seperti kemiskinan, pengangguran, pendidikan,
kesehatan, dsb. Orang-2 yg pada ribut dan rebutan kan para 'pelanggan'
biasa di tingkat elit. Motifnya macam-2, ada yg karena motif luhur, tapi
ada juga yg karena merasa tidak mungkin bisa berkuasa kalau harus lewat
Pemilu. Ada pula orang-2 yang pokoknya mau ribut-2 saja, dan tak kalah
penting ada yang pesanan kekuatan asing supaya negeri kita lemah, dll.
Pemerintah dan aparat keamanan harus sigap dan tegas menerapkan aturan.
Ketimbang melontarkan pernyataan heboh dan mengundang spekulasi, lebih
baik diselesaikan secara hukum dan ketegasan tindakan..." Terang GD.
"Injih
Gus, memang intnya kan di situ, ketegasan. Kayaknya sudah ada konsensus
publik soal klemahnya ketegasan itu Gus... Gak kayak njenengan dulu.."
"Ya
setiap pemimpin kan punya pilihan dan gaya, dengan segala resikonya.
Ada pemimpin yang berani dan mengambil resiko sebesar apapun, ada yang
berani tetapi sangat hati-2, ada juga yang kompromi terus-terusan sampai
tidak kelihatan kapan dan apa keputusannya...hahaha.."
"Hahahaha..... injih Gus, pamit dulu ya, nanti sowan lagi." Kata saya sambil menyalami dan cium tangan beliau.
"Iya kang, salam saya untuk Pak Anand Krshna dan teman-2, sabar saja dan terus berjuang, ya.."
"Insya Allah saya sampaikan, Gus.. Assalamu"alaikum.."
"Salam..."
Saturday, March 23, 2013
Home »
MISCALLENOUS
» WAWANCARA IMAJINER DENGAN GUS DUR (20): RUMOR KUDETA
0 comments:
Post a Comment