Terus terang saya sangat prihatin dengan argumen dan logika yg dipakai Ketum MUI, KH Ma'ruf Amin (MA) dlm soal memilih pemimpin yg mesti seagama itu. Beliau pasti tahu bhw dalam hukum Islam ttg perkawinan, tidak ada larangan seorang Muslim menikahi seorang perempuan non-Muslim dari Ahlul Kitab (Kristen dan Yahudi). Apalagi dlm soal memilih pemimpin dalam konteks sebuah negara yg bukan negara Islam!. Benar bhw preferensi itu adlh hak individual tetapi kalau kemudian urusan publik dan privat dibandingkan, saya kira bisa menyesatkan. Menurut pendapat saya, jika seorang yg beragama Islam tetapi diktator dan/atau tdk bermutu, sedang yg non Muslim lebih demokratis dan terbukti kualitasnya, maka dlm KONTEKS Indonesia argumen MA menjadi tidak sejalan dg spirit Konstitusi dan kehidupan bernegara yg demokratis.
Selnajutnya baca tautan ini:
0 comments:
Post a Comment