Semakin sering Densus 88 menangkap para tersangka pelaku teroris. Yg paling "gres' adalah di Kemayoran Jakarta (6 0rang) dan di Pekalongan (2 orang). Para teroris ini, konon, berencana membunuh anggota-2 Polri. Ini berarti bhw penggunaan kekuatan keras malah dilawan oleh para teroris. Pertanyaannya, apakah ini adalah jalan menuju perang kota seperti di Meksiko dan Kolombia, antara boss narkoba dg Polisi? Jika analisa ini ada benarnya, maka eskalasi penyerangan dan perlawanan di kota-kota penting di Indonesia pun akan semakin mungkin terjadi. Polri jelas tidak memiliki kapasitas tempur seperti itu, untuk menghadapi sebuah perang gerilya kota. Bertarti waktunya telah tiba untuk melibatkan satuan Gultor yang dimiliki oleh TNI seperti Detasemen 81 Kopassus, Detasemen Bravo AU, Detasemen Jalanekara AL, dll.
Masalahnya kemudian adalah publik akan semakin berada dalam situasi yang menakutkan dan menjadi target empuk dari pertempuran gerilya seperti ini. Karenanya, sebelum hal ini terlalu jauh maka Polri harus melibatkan masyarakat sipil dalam program deradikalisasi terorisme, dan pemerintah harus lebih terfokus kepada peningkatan kesejahteraan rakyat untuk membendung hasutan ideologis para teroris yang selalu memakai jargon-jargon anti kemiskinan, anti korupsi, dan antio ketidak adilan itu.
Selanjutnya baca tautan di bawah ini:
0 comments:
Post a Comment