President University
Sri Paus Benedictus XVI |
Natal tahun ini masih belum dirayakan sepenuh hati oleh sebagian saudara-saudara sesama anak bangsa. Suka atau tidak, setelah lebih dari satu dasawarsa Reformasi yang salah satu tujuannya adalah mengembalikan demokrasi sesuai landasan konstitusional, maka dalam bidang jaminan hak asasi manusia kita masih belum bisa terlalu bngga. Khususnya dalam urusan jaminan kebebasan beragama dan melaksanakan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan warganegara. Kita masih belum jauh dari berbagai peristiwa kekerasan seperti yang kita saksikan di Bekasi dan Rancaekek di mana Jemaah HKBP mengalami halangan dan tindak kekerasan karena masalah pembangunan gereja dan pelaksanaan ibadah. Kita juga masih belum jauh dari peristiwa kekerasan terhadap Jemaah Ahmadiyah di Jawa Barat. Dan sebagainya dan seterusnya.
Sebagai anak bangsa, sudah sepatutnya kita ikut khawatir terhadap kesimpulan kajian yang baru-baru ini dilansir oleh The Wahid Institute, bahwa kekerasan berkaitan dengan agama cenderung meningkat pada tahun 2010. Dan menyedihkan juga bahwa daerah yang paling banyak menjadi lokasi nkekerasan beragama adalah di Jawa Barat. Semua orang tahu bahwa Propinsi Jabar adalah salah satu propinsi dengan penduduk Muslim terbesar di negeri ini, sehingga kesimpulan seperti itu memiliki implikasi yang cukup signifikan terhadap potret kehidupan lintas agama di negeri ini, khususnya bagi mayoritas penduduknya, yaitu kaum Muslimin, dalam mempraktekkan toleransi.
Natal adalah sebuah peringatan atas lahirnya Yesus atau Isa, yang dirayakan oleh ummat Kristiani sedunia. Makna Natal salah satunya adalah sebuah pengharapan kehidupan yang baru, perubahan dari sebuah kondisi yang penuh kegelapan menuju kondisi terang. Makna ini juga semestinya menjadi tema Natal tahun ini bagi ummat Kristiani dan anak bangsa Indonesia secara keseluruhan. Karena, bukankah Reformasi sejatinya juga merupakan sebuah perubahan dari sebuah kondisi otoriter menuju demokrasi, dari kehidupan yang terhalang menuju kehidupan yang terjamin dalam pelaksanaan hak-hak asasi. Termasuk dan khusunya, dalam kehidupan beragama. Indonesia adalah sebuah entitas heterogen, majemuk sehingga sudah merupakan sebuah hukum alam bahwa di dalamnya terdapat keberbagaian. Karena itu pemaksaan apalagi kekerasan atas nama agama adalah penghianatan atas jatidiri bangsa itu sendiri.
Kita mesti mengembalikan semangat berjuang yang sering kali mengalami set back, atau minimal rasa kurang yakin. Dengan semangat Natal, yaitu permulaan yang baru dan harapan akan datangnya sebuah perubahan yang baik, maka upaya kita meneruskan proses reformasi di segala bidang akan dapat didorong dan dilanjutkan. Kita masih memiliki begitu banyak pekerjaan rumah secara nasional, seperti pemberantasan korupsi, kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan. Demikian juga kerja mengembalikan gerak reformasi ke relnya yang benar dari upaya distorsi sitematis oleh para elit penguasa, memerlukan stamina dan semangat yang tinggi.
Semoga perayaan Natal tahun ini masih menyisakan optimisme kendati faktanya masih belum sebagaimana yang diharapkan oleh sebagaian anak bangsa. Kita mesti bersama-sama memerangi kegelapan dan mengarahkan bangsa kita kepada sinar terang dan masa depan yang gemilang.
Selamat Natal 2010 dan Tahun Baru 2011.
0 comments:
Post a Comment