Oleh Muhammad AS Hikam
President University
Apa boleh buat, nama Gayus Halomoan Tambunan dan ulahnya kini sudah begitu dikenal di seluruh negeri dan menjadi semacam ikon. Seperti nama "Watergate" yang kemudian menjadi label segala sesuatu yang berbau skandal politik (Buloggate, Centurygate, dsb), maka "gayus" pun punya peluang mirip seperti itu. Mungkin masih terbatas untuk mereka yang tahu Indonesia atau di dalam wilayah Indonesia saja, namun kemungkinan istilah ini bisa diekspor juga ada. Biarkan saja Kementrian Perdagangan, BKPM, dan Menkominfo yang mengurusi hal itu.
Saya cuma usul saja, agar Kamus Bahasa Indonesia menambah dalam entrynya pada huruf "G" dengan sebuah kosa-kata "gayus." Bisa saja sebagai kata benda (gayus), kata kerja (menggayus, bergayus), proses (gayusiasi, pergayusan), nama penyakit mental (gayus syndrome, gayus mania), dan entah apalagi (gayusaholic, misalnya) yang bisa dikembangkan dari kosa-kata ini. Yang penting kosa-kata baru ini bermakna: suatu hal atau kerja atau proses yang membingungkan masyarakat, sangat tidak masuk akal, berkonotasi korupsi, dan mengakibatkan rusaknya tatanan atau sistem. Dengan demikian istilah ini juga bukan sekedar plesetan, seperti "gayus bersambut" atau "bergayus-gayus dahulu bersenang-senang kemudian" dst.
Sebelum ada pihak yang kurang berkenan, bahkan marah, dengan usul saya ini, karena barangkali punya nama sama, saya minta maaf. Tapi hal seperti ini dalam perkembangan sebuah bahasa biasa saja dan memang tak terhindarkan. Misalnya, istilah "gombale mukiyo," "di-nasrudin-kan", "stalinisasi", "leninisme" dsb..dsb juga berasal dari nama orang atau tokoh tertentu. Jadi kalau toh ada pihak yang namanya mirip, pastinya bukan disengaja untuk melecehkan atau menghujat pihak tersebut, sejauh memang tidak melakukan atau memiliki sifat yang dipakai dalam istilah ini.
Namanya juga usul, boleh disetujui boleh juga tidak. Tetapi kalau disetujui dan dipakai, maka implikasinya minimal kosa-kata bahasa Indonesia bertambah satu (kendati maknanya kurang enak). Memang akhirnya masyarakat pemakai bahasa sendiri yang akan membuat sebuah kosa-kata terpakai atau tidak. Ribuan kosa-kata tiap hari muncul atau tenggelam dan memiliki makna bermacam-macam (malah ada yang bertentangan satu sama lain). Maka jika kosa-kata gayus ini lalu lenyap dan tidak pernah dipakai artinya memang tidak laku dan para penutur atau pengguna bahasa Indonesia tidak tertarik.
Yang jelas, dengan kosa-kata ini kita lantas mempunyai istilah baru. Jika seseorang melakukan suatu aktivitas yang tidak nalar, membingungkan, koruptif dan merusak tatanan maka ia sedang "menggayus". Ketika Polri (atau lembaga penegak hukum lain) atau DPR atau Pemerintah menampikan kiprah yang membuat bingung masyarakat, tidak masuk akal sehat, koruptif dan berakibat rusaknya tatanan/sistem hukum maka barangkali mereka sedang mengidap sindroma gayus. Jika ada sebuah proses pembuatan kebijakan publik atau keputusan yang menciptakan kebingungan dan merusak sistem, maka kita menyatakan sedang ada "gayusiasi". Bahkan kalau ada negara yang kerjanya melakukan hal-hal yang tidak nalar, dan merusak tatanan demokrasi dan memperbodoh rakyatnya, maka itu adalah negara gayus atau gayusland atau gayus country. Dan kalau orang atau sekelompok orang memuja, mendukung, dan merayakan prilaku atau pihak yang memiliki kiprah seperti di atas, maka sikap itu disebut "gayus-mania." Dst..
Jika semua sepakat untuk memerangi prilaku-prilaku yang menciptakan kebingungan, ketidak-nalaran, koruptif, dan yang akan merusak sistem, maka telah terjadi "degayusiasi" atau "pendegayusan" dalam masayarakat, bangsa dan negara. Menarik, bukan?
Saturday, November 13, 2010
Home »
» GAYUS, MENGGAYUS, BERGAYUS, PERGAYUSAN, GAYUSIASI, GAYUS-MANIA, GAYUS SYNDROME, GAYUSAHOLIC
0 comments:
Post a Comment