Oleh Muhammad AS Hikam
The Gusdurians
Saya sempat gembira ketika mendengar Radio Elshinta menyiarkan secara langsung statemen President SBY, bahwa beliau menawari posisi pimpinan Komisi Kejaksaan kepada Bambang Widjojanto (BW) paska pemilihan Ketia KPK oleh DPR-RI yang jatuh ke tangan Busyro Muqoddas (BM). Saya gembira karena BW memang memiliki kapasitas yang tak dapat diragukan lagi untuk berkiprah dalam penegakan hukum serta reformasi lembaga yudikatif di Indonesia, bukan sebagai tokoh dari civil society tetapi bagian dari lembaga negara. Meskipun Komisi Kejaksaan bisa disebut sebagai lembaga quasi-negara, bukan full-fledge lembaga negara, tetapi bagaimapun juga akses terhadap elite dan lembaga negara yang lain akan lebih terbuka lebar. Ini berarti BW akan bisa melakukan perobahan dari dalam dan memiliki pengaruh yang langsung ketimbang sebelumnya.
Memang seperti lembaga-lembaga kuasi negara yang lain, KY, Komisi Ombudsman, dan LPSK umpamanya, Komisi Kejaksaan (KK) sampai kini masih memerlukan pemberdayaan sehingga kehadirannya dapat menjadikan lembaga kejaksaan semakin professional dan dapat dipercaya oleh para pencari keadilan. Toh bagi seorang seperti BW, justru ketokohan dan track record beliau akan menjadi asset penting bagi KK. Itulah sebabnya. saya sepakat dengan Presiden bahwa BW memiliki kemampuan menjadi Ketua Komisi Kejaksaan. SBY menginginkan BW untuk "dapat memperkuat kinerja Komisi Kejaksaan baik itu secara kewenangan, tugas, dan otoritas."
Namun demikian, adalah hak BW untuk menolak tawaran itu, dengan alasan yang diberikannya: yaitu bahwa beliau merasa kurang etis kalau menjadi Ketua KK karena beliau sendiri adalah salah satu anggota Panselnya. BW merasa bahwa jika menerima sebagai Ketua KK seolah-olah beliau seperti pemburu kerja (job seeker) belaka. Apalagi, faktanya memang beliau "masih memiliki banyak aktivitas yang dilakukan, guna mendukung gerakan pemberantasan korupsi." Salah satunya adalah bahwa BW adalah bagian dari tim investigasi MK dan membantu di tim eksaminasi, selain tentu saja, masih sibuk sebagai pengacara.
Para pengamat dan aktivis penegakan hukum dan pemberantasan korupsi pun mengamini penolakan BW. Justru disarankan, kalau memang Presiden berniat memberikan posisi strategis kepada BW, jabatan yang pasa adalah Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas). Dengan posisi yang struktural di Kejakgung ini maka kewenangan BW akan lebih. Seorang rekan BW, Ahmad Rivai mengatakan bahwa "kejujuran, keberanian, intelektualitas, integritas adalah modal BW untuk melaksanakan fungsi pengawasan di Kejaksaan Agung." Rivai juga tidak lupa mengingatkan bahwa, "secara aturan juga memungkinkan orang di luar Kejaksaan menjadi salah satu Jaksa Agung Muda."
Pemerintah, cq. President SBY, seyogyanya mempertimbangkan secara serius opsi yang diberikan oleh para aktivis penegakan hukum dan anti korupsi ini. SDM yang sangat mumpuni seperti BW sudah merupakan sine qua non jika sistem hukum dan lembaga hukum di negeri akan diperkuat. Pemerintah dan eliet politik sudah waktunya mengesampingkan keberatan-keberatan yang hanya didasari kepentingan politik sempit belaka. Figur yang kapabel dan memilik track rcord dalam penegakan hukum dengan reputasi nasional dan internasional sudah makin sedikit di negeri ini. Kalaupun ada cenderung sudah sepuh dan/atau sangat overload. BW adalah seorang yang bisa dikatakan "kiriman Tuhan" (a Godsend) yang akan memperkuat pilar demokrasi dan gerakan reformasi hukum di masa depan.
Semoga nurani Pemerintah masih mau mendengar dan menerima seruan dari para pecinta negeri. Amin.
Saturday, November 27, 2010
Home »
» KIPRAH BAMBANG WIDJOJANTO PASKA PEMILIHAN KETUA KPK
0 comments:
Post a Comment