Oleh Muhammad AS Hikam
President University
Kejutan demi kejutan seakan tak ada hentinya berdatangan menghentak-hentak benak publik yang, mungkin, bagi sementara orang mencengangkan dan mengharu-biru sampai tak tahu harus berkomentar apa atau bereaksi bagaimana. Yang lebih seru lagi, kini tiap hari publik Indonesia harus siap menghadapi munculnya segala jenis absurditas yang hanya kaliber seorang Jean Paul Sartre atau seorang Franz Kafka yang mampu menuturkannya. Tengok saja deretan kejutan publik dan absurditasnya. Dua hari lalu publik dikejutkan dengan penundaan pada menit terakhir keberangkatan Presiden ke Belanda, kendati pesawat sudah siap dan para peserta sudah menunggu lama di kursi. Lalu hiruk pikuk pengusulan calon tunggal Kapolri yang membuat para politisi Senayan blingsatan karena sang calon ternyata bukan orang yang telah mereka harap-harap. Sebelumnya kecelakaan kereta api paling parah tetapi oleh Dirjen KA hanya dikatakan sebagai "peristiwa yang tak diduga-duga," dan oleh Menhub hanya dikatakan sebagai "human error" alias kesalahan sang masinis. Lalu banjir bandang di Wasior, Papua Barat yang mirip Tsunami dan menewaskan ratusan penduduk dan hancurnya ratusan rumah dan harta benda lainnya, yang konon tidak ada kaitannya dengan pembalakan liar!.
Lalu hari ini (8/10/10) publik harus mendengarkan kabar yang tak kalah absurd dari Mahkamah Agung berupa penolakan terhadap permintaan PK dari Bibit dan Chandra, setelah Pengadilan Tinggi Jakarta memenangkan tuntutan Anggodo agar SKKP Kejagung dibatalkan, dalam kasus Cicak vs Buaya. Mengapa saya katakan absurd? Karena memang penolakan PK oleh MA ini, kendati mungkin beralasan kalau dilihat dari sisi legal prosedural, sangat aneh bin ajaib kalau menggunakan akal dan logika waras manusia biasa. Diperlukan lonjakan quantum ketidakwarasan untuk bisa mengamini putusan penolakan ini, karena hampir seluruh manusia di Republik ini paham betul bagaimana rekayasa telah dilakukan oleh Anggodo cs sebagaimana yang dibeberkan melalui rekaman yang diputar di MK. MA, dengan argumen prosedural yang tak mungkin dipahami oleh manusia biasa itu, memberantakkan apa yang masih tersisa di dalam harapan publik mengenai keadilan dalam sisitem hukum kita.
Absurditas, tampaknya bukan cuma monopoli novel-novel eksistensial Jean paul Sartre atau James Joyce, atau Franz Kafka. Rentetan absurditas telah pula dipamerkan oleh para penegak hukum di Indonesia yang tiap hari bicara soal kepastian hukum. Kedengaran ironis bukan?. Tetapi inilah hasil sebuah proses panjang pembusukan sistem hukum yang terjadi berpuluh tahun dan merasuki bukan saja praksis, tetapi barangkali sampai alam bawah sadar para "hamba wet" kita. Alih-alih para Hakim, Jaksa, dan Polisi kita yang mulia menjadikan hukum sebagai Panglima dalam kehidupan bangsa, mereka justru membuat hukum menjadi mimpi dan pengalaman buruk bagi pencari keadilan. Tidak ada absurditas yang melebihi kreasi para ahli hukum dan hamba hukum yang memelintir dan memanipulasi azas kepastian hukum secara begitu terang benderang.
Bibit dan Chandra mungkin akan bersikap biasa-biasa saja menghadapi sulapan dan simsalabim dari MA kali ini. Karena mereka pun sudah sedari pagi-pagi menyatakan di depan publik bahwa mereka memang sedang "dikerjai" oleh sementara pihak semenjak kasus 'Cicak vs Buaya" yang berhasil mempermalukan banyak lembaga dan penegak hukum yang selama ini arogan dan digdaya. Bukankah kedua pimpinan KPK itu bahkan berhasil menciptakan solidaritas warganegara Indonesia dalam skala massif, melalui wahana teknologi maya, untuk pertama kalinya di Republik ini yang kemudian berhasil (walau hanya sementara) membuat para penipu dan perekayasa hukum bertekuk lutut. Bibit dfan Chandra, bis jadi, telah secara diam-diam dianggap sebagai musuh bersama (the common enemy) oleh pihak-pihak yang merasa impiannya buyar karena terbongkarnya rekayasa Anggoro dan Anggodo Cs tersebut!
Tapi, masalahnya, akankah rakyat Indonesia bisa setenang dan sesiap kedua tokoh KPK itu dalam menghadapi absurditas yang datang silih berganti dan bertubi-tubi meneror keseharian mereka? Sementara hidup merekapun pada umumnya sudah susah karena bergulat dengan ancaman kemiskinan dan berbagai bencana yang senantiasa mengintai itu? Terus terang, saya ragu-ragu bahwa rakyat akan kuat bertahan melawan gedoran absurditas yang diproduksi secara terus menerus oleh para elit di negeri ini. Jika mereka tak segera mendapatkan sesuatu yang bisa dipakai sebagai pegangan dalam menghadapi dan menalar semua ini kebalauan ini. Publik dan rakyat akan mengalami sebuah proses pengunduran, penolakan, dan pengasingan diri (self withdrawal, denial, and alienation) sehingga mereka mirip zombie secara psikologis karena tidak mau tahu terhadap apapun yang terjadi. Tetapi bisa juga kemudian mereka melakukan tindakan-tindakan melawan keabsurditasan tersebut dengan kekerasan dan anarki. Dua pilihan bagi masa depan rakyat yang seharusnya sama sekali tidak boleh terjadi.
Link:
(http://www.detiknews.com/read/2010/10/09/060155/1459699/10/pilihan-bibit-chandra-tinggal-sidang-atau-deponeering)
Saturday, October 9, 2010
Home »
» ABSURDITAS PUTUSAN MA (ATAS PK BIBIT & CHANDRA)
0 comments:
Post a Comment