Wednesday, September 15, 2010
Home »
MISCALLENOUS
» WAWANCARA IMAJINER DENGAN GUS DUR (9)
WAWANCARA IMAJINER DENGAN GUS DUR (9)
Oleh Muhammad AS Hikam
Suasana hening menyelimuti ruang tinggal Gus Dur. Cahaya redup di balik kelambu-kelambu sutera membuat suasana syahdu. Suara dzikir yang lembut dari al-maghfurlah terdengar sayup-sayup ketika saya sampai. Sambil menunggu Gus Dur selesai ber i'tikaf, saya pun bersimpuh di belakang beliau. Beberapa saat kemudian, mungkin karena merasakan bahwa beliau tak lagi sendirian, akhirnya Gus Dur pun menengok ke belakang.
"Assalamu'alaikum, Gus." Saya mengucap salam sambil merengkuh dan mencium tangan beliau.
"Salam, Kang, gimana waras, tah? Tumben rada pagi." Jawab Gus Dur.
"Iya Gus, ini sudah sibuk dengan hari-hari terakhir Ramadhan... " Kata saya
"Masak masih acara buka puasa bersama terus, sih?" Beliau memotong.
"Ada sih Gus, tapi yang membuat sibuk saya lain.. soal macet di tol, Gus.." Jawab saya sambil tertawa dan beliau juga ikut tertawa.
"Wis biasa, Kang, mulai mudik. Itu sebenarnya sebuah tradisi yang bagus. Intinya kan silaturrahim, yang menjadi kebiasaan orang pulang kampung, nyekar, lalu riyayan sekalian." Beliau menjelaskan
"Iya Gus, tetapi karena ratusan ribu kendaraan bermotor itu, tol pun jadi macet."
"Karena infrastruktur transportasi masih belum baik. Lha mestinya kan tidak perlu ada desak-desakan dan rebutan di jalan yang malah membuat kecelakaan dengan menelan korban yang cukup banyak. Gak jadi seneng, malah senep!".
"Betul, Gus. tahun lalu saja korban akibat kecelakaan sepeda motor yang mudik sudah di atas dua ratus. Tapi, anehnya, ya tetap saja orang nekad mudik pakai sepeda motor, Gus." Keluh saya
"Kan itu yang paling murah. Bagi rakyat miskin, meriskir kehidupan tak bisa dihindarkan lagi karena memburu harga murah. Yang salah kan kenapa ekonomi kita gak maju-maju sehingga rakyat nggak perlu ngotot naik motor untuk mudik. Coba kalau harga tiket bis atau kereta murah kayak di India dan Cina, orang pasti tidak banyak yang naik motor." Kata Gus Dur menjelaskan.
"Ngomong-ngomong soal kemiskinan rakyat, Gus, tapi kok anehnya DPR malah mau bangun Gedung baru di Senayan dengan harga Rp 1,6 triliun Gus. Ini gejala apa lagi?". Saya mulai memancing beliau
"Gejala apa, ya gejala kebodohan, keserakahan digabung dengan egoisme wakil rakyat dan parpol" Jawab GD singkat.
"Ngaten njih, Gus?" Kata saya menunggu elaborasi beliau.
"Lha iya, kalau nggak bodoh kan nggak mungkin memutuskan kebijakan yang menyakiti rakyat dan di luar proporsi kerjaannya. Kan yang mestinya membuat gedung itu Pemerintah, bukan DPR. Gak ada tupoksi DPR melibatkan pelaksanaan pembangunan. Tapi dasar parpol dan pimpinan serta anggota DPR serakah, ya dicari-cari saja alasan supaya mereka bisa mengeruk keuntungan pribadi. Saya yakin nanti kalau tetap diteruskan proyek nista itu, ujung-ujungnya akan ada anggota DPR periode ini ditangkap KPK karena korupsi pembangunan gedung, hehehe..." Gus Dur mulai semangat.
"Pemerintah gak berani melarang, Gus. katanya itu hak DPR." Saya bersikukuh.
"Ah itu kan alasan saja untuk membuat DPR makin konyol. Hubungan Pemerintah dan DPR sekarang ini kan seperti kucing-kucingan. Yang satu ingin menjelekkan yang lain. kemaren DPR ngerjai Pemerintah dengan skandal Centurygate, sekarang kesempatan pemerintah ngerjai DPR supaya makin jatuh namanya di mata publik. Akhirnya dua-duanya nggak ada yang bener, tetapi Pemerintah meras gangguan akan sedikit turun..." Jawab GD.
"Tapi kan negara lantas nggak terurus dengan baik, Gus, kalau Pemerintah dan DPR sama-sama geger dan jatuh martabatnya di mata publik sendiri?" Saya mendesak.
" Lha emangnya mereka mikirin rakyat sih, Kang? Bagi anggota DPR dan parpol yang penting bagaimana bisa mengeruk duit buat modal kampanye Pemilu 2014. Bagi Pemerintah, supaya bisa tenang gak ada yang nggriseni saja. Kalau tidak diprotes rakyat, saya yakin proyek-proyek semacam dana aspirasi, rumah aspirasi, dll akan jalan karena Pemerintah juga senang bisa membuat DPR asyik kroyokan proyek, jadi gak akan macem-macem..."
"Termasuk gak merampungkan pekerjaannya ya Gus?"
"Jelas.. Mana mungkin DPr bisa merampungkan tugas membuat UU sebanyak 70. Katanya sampai sekarang juga belum sampai sepuluh yang dibahas." Gus Dur makin bersemangat.
"Lalu apakah ini tidak akan menghancurkan Reformasi?" Saya bertanya lagi.
"Wah, kalau menurut saya Reformasi sudah mirip orang mati suri sejak saya dijatuhin sama parpol-parpol itu, Kang...Kita-kita ini dulu kan maunya menghidupkan lagi semangat Reformasi. Ibaratnya seperti membuat pernafasan buatan atau CPR itu. Susah payah kita dan berbagai elemen pro-demokrasi mencoba membangunkan kembali kerja demokrasi. Tapi sampean tahu sendiri, bukannya bangkit lagi tetapi makin ke sini makin dalam ketidaksadarannya. Bisa-bisa sebentar lagi collapse yang namanya demokrasi di Republik." Kata GD panjang lebar.
"Memprihatinkan ya Gus.. mana sekarang negara kita tidak dihormati negara-negara lain, seperti Malaysia.."
"Itu karena pemimpin Pemerintahnya gak tegas. Tegas itu tidak harus disamakan dengan nantang perang, lho. Itu Ahmadinedjad, Kang, karena dia tegas dan didukung rakyat iran, maka berani jalan dengan program nuklirnya walaupun ditentang negara-negara adidaya seperti AS, Perancis, Jerman, Rusia, dan belakangan Cina, selain Israel juga. Ahmadinedjad tidak menantang perang, tetapi siap kalau ada serangan. Nah Presiden SBY mestinya juga tegas bukan ngajak perang, wong kalau ditenani Malaysia juga belum tentu menang, hehehe..." Kata GD sambil ngakak.
"Tapi kata TNI persenjataan kita lebih kuat lho Gus.." Kata saya
"Kuat apanya? Itu ya kang, kalau misalnya perang di laut, kapal AL kita belum sampai ditembak pun sudah tenggelam. Tahu sampean kenapa?" Kata beliau sambil menyengir.
"Kenapa, Gus?"
"Karena keberatan dempul untuk nambal kapal-kapal kita, hahahah...."
"Lho, menurut sumber yang sahih, kapal selam Malaysia juga ternyata gak bisa nyelam, Gus..?"
"Tapi kan punya mereka masih baru, jadi masih bisa diperbaiki. Kalau kapal selam kita yang dua biji itu saking lamanya, sering rusak-rusak melulu. Jangan-jangan kalau nyelam gak bisa nyembul lagi?... Hehehe..." Gus Dur tertawa-tawa lagi.
"Wah Gus nanti ada yang sewot, njenengan dibilang gak patriotik dan nasionalis lho.." Kata saya mengingatkan
"Ah biarin aja Kang, lha wong yang dari dulu teriak-teriak supaya RI ini memperhatikan dimensi kelautan ya saya kok. Eamang yang milih Panglima TNI dari Al pertama siapa, emang yang bikin Kementrian Kelautan siapa.. Biar sejarah yang menilai siapa sebetulnya yang nasionalis dan patriot. Gitu aja kok repot, Kang..."
"Jadi gimana ya Gus supaya DPR, anggota DPR dan parpol-parpol yang punya wakil di DPR itu bisa diperbaiki?"
"Kalau saya ya publik dan pemimpin masyarakat seperti para Kyai, cendekiawan, LSM ,dll. itu menekan parpol, DPR dan Pemerintah supaya kembali ke jalan Reformasi. Hanya itu caranya, sebab kalau mengharap parpol dan DPR sadar sendiri ya ndak mungkin. Apalagi kalau kualitas orang-orangnya di DPR begitu buruk. barangkali harus ada Reformasi jilid dua, bukan Reformasi babak kedua seperti kata SBY. Kalau cuma babak kedua, nanti yang melaksanakan orang-orang yang sama ya tambah soro, Kang.." Kata Gus Dur menjelaskan
"Apa kuat ya Gus, masyarakat sipil menekan Pemerintah, Parpol dan DPR?."
"Sampean jangan pesimis, lha dulu Pak Harto kurang kuat apa? Punya tentara, intel, birokrasi, parpol dan duit seabreg-abreg, juga lama-lama bisa direformasi. yang penting ada semangat dan terus bekerja. Jangan patah semangat dulu. Walaupun masyarakat sipil juga mengalami fragmentasi dan banyak yang terkooptasi oleh pragmatisme, tapi saya yakin masih cukup banyak yang punya integritas." Jawab GD yakin.
"Oke Gus kalau gitu, saya akan coba sosialisasikan optimisme panjenengan ini. Insya Allah saya sowan lagi. Oh ya Gus, lebaran nanti saya akan tetap ke Ciganjur, sungkeman dengan mBak Nur."
"Ya suwun Kang, salam untuk mBakyu juga ya.. Itu anak sampeyan belum kembali?"
"Lily kemarin liburan sebentar Gus, cuma sebulan. Sekarang sudah balik lagi."
"Lho sudah semester ke berapa sekarang?"
"Menginjak semester lima, Gus. Mohon dido'akan semoga bisa selesai dengan baik."
"Amin..amin.. Insya Allah, Kang."
"Suwun Gus, Assalamu'alaikum.." kata saya akhirnya setelah cium tangan pamitan.
"Salaam..."
0 comments:
Post a Comment