Home »
» GEDUNG BARU & PAMERAN KEBEBALAN WAKIL RAKYAT
Oleh Muhammad AS Hikam
President University
|
Maket Gedung Baru DPR |
Tampaknya kebebalan dan ketidakpekaan anggota DPR periode ini bukan semakin berkurang, tetapi semakin bertambah. Tak kurang dari Pius Lustrilanang (PL), yang nota bene dulu adalah salah seorang aktivis yang pernah dijadikan target operasi Mawar di zaman Orba, tampaknya kini mulai ketularan virus hedonis kekuasaan dan kenikmatan sebagai elite politisi dan gerah ketika publik menyampaikan kritik terhadap prilakunya. Bukan memberikan penjelasan yang rasional dan mampu membuat rakyat menjadi simpati, justru dia menyodorkan arogansi yang luar biasa dengan mengatakan bahwa pembangunan gedung tidak ada hubungan dengan kemiskinan (http://www.detiknews.com/read/2010/09/01/112310/1432562/10). Argumen ini mirip dengan apa yang biasanya dinyatakan para diktator saat mereka merampoki dan membuang-buang uang negara dan bermewah-mewah, sementara rakyatnya harus mengais sampah dan hidupnya dicengkeram kemiskinan dan ketakutan.
Coba kita simak PL yang menyatakan bahwa biaya untuk rakyat miskin sudah ada, dan biaya untuk DPR juga sudah ada. Sepintas lalu, ucapan ini tidak bermasalah karena memang secara faktual negara memberikan anggaran kepada keduanya. Namun jika PL sedikit saja mempunyai nurani dan nalar waras, niscaya dia akan tahu kenapa pembangunan gedung DPR itu dipersoalkan publik dan mereka bandingkan dengan kepedulian para politisi Senayan kepada nasib rakyat miskin. Kendati anggaran untuk rakyat miskin memang tersedia, namun jumlahnya dan besarnnya teramat njomplang jika dibanding dengan keperluan anggota DPR! Maka kalau anggota DPR dari Gerindra ini tidak paham dengan masalah disparitas kemiskinan rakyat, lalu buat apa dia menggembar-gemborkan sebagai wakil partai yang mengklaim sebagai partai rakyat?
Belum lagi kalau dipikirkan apakah gedung DPR itu merupakan kebutuhan utama di tengah-tengah kondisi ekonomi makro negara yang amburadul seperti sekarang. Dulu, ketika Bung Karno membuat gagasan mercu suar dengan membangun berbagai landmark seperti Gelora Bung Karno dsb, beliau kemudian menuai kritik dari lawan-lawannya. Bahkan penguasa Orba sering menggunakannya sebagai contoh bagaimana tindakan sang Proklamator tersebut dianggap telah menyebabkan rontoknya perekonoman dan meruyaknya jumlah rakyat miskin. Nah, sekarang, bukankah PL dkk sebetulnya sedang mengulangi hal yang sama, kalau bukan lebih parah lagi? Mentalitas dari anggota DPR dan juga parpol yang sok mengklaim pro rakyat itu ternyata tidak match atawa klop dengan prilaku ketika mereka sedang berkuasa. Di ulang tahunnya yang ke 65, justru lembaga perwakilan rakyat ini menyaksikan dirinya dirusak nama dan reputasinya oleh para anggotanya yang dihasilkan oleh gerakan reformasi dari parpol-parpol yang juga bermunculan sebagai hasil reformasi!
Jika kebebalan anggota DPR seperti ini akan dibiarkan berjalan terus tanpa ada yang mengontrol sampai 2014, saya kira reformasi sudah tamat dan hancur di republik ini. Atau jangan-jangan PL dkk memang sedang menjalankan sebuah misi khusus untuk mendiskreditkan reformasi melalui pembusukan DPR dengan prilaku-prilaku bebal, tak bertanggungjawab, dan menghina kehormatan rakyat Indonesia. Kalau nanti reformasi mengalami kehancuran dan muncul rezim baru yang lebih sangar, bisa jadi PL dkk akan menjadi orang-orang pertama yang akan mendapat hadiah dan posisi kunci karena keberhasilan mereka merusak reformasi dari dalam.
Maka sebelum skenario buruk itu benar-benar terjadi, sangatlah urgen bagi rakyat untuk menghentikan proyek-proyek nista seperti pembangunan gedung DPR yang tidak punya empati terhadap rakyat dan landasan nurani yang bersih. Kalaulah memang ada keperluan peningkatan infrastruktur bagi DPR, maka hal tersebut harus pula mengajak bicara dengan publik dan yang lebih penting lagi, harus memahami konteks di mana negara ini sedang berada. Sekurang-kurangnya para politisi itu harus memahami skala prioritas apa yang memang harus dicapai, sebelum mereka bertindak.
Saya terus terang khawatir bahwa proyek seperti ini akan tetap dilanjutkan oleh DPR dengan atau tanpa restu rakyat. Apalagi jika kemudian ada isyarat dari pihak eksekutif untuk tidak cawe-cawe menghentikan atau setidaknya menunda sampai ada kesiapan dari keuangan negara dan persetujuan publik. Pertanda bahwa DPR akan menggunakan jurus bonek alias bondho nekad dalam memuluskan proyek ini bukannya tak ada. Setidaknya Ketua DPR, Marzuki Alie (MA) dan beberapa anggota Partai Demokrat sudah melakukan lobi-lobi dan pernyataan yang keukeuh akan meneruskan pembangunan gedung itu. Kalau toh kadang-kadang ada suara-suara yang kritis dari Partai seperti Gerindra (yang notabene adalah anggota blok oposisi), tetapi faktanya, PL adalah salah seorang petinggi partai tersebut. Sehingga publik pun sah-sah saja memiliki kesan bahwa PL sedang disuruh partainya untuk memainkan peran sebagai bad guy dalam skenario jangka panjang.
Ulah politisi Senayan ini tak lepas dari hitung-hitungan profit-making (cari untung), baik finansial maupun politis menjelang 2014, dari parpol. Biaya politik yang cenderung meroket dan pengawasan yang makin ketat untuk melakukan prilaku koruptif mengharuskan mereka untuk kerja ekstra mencari peluang-peluang yang legitim dalam mobilisasi sumberdaya. Maka posisi-posisi strategis seperti BURT, Banggar, dan Komisi-komisi "mata air" di DPR menjadi wahan ampuh untuk praktik-ptaktik mobilisasi sumberdaya finansial bagi parpol. Itu sebabnya mengapa kepekaan para wakil rakyat semakin hari semakin tumpul karena desakan kejar setoran dari parpol dan juga dari dirinya sendiri. Mereka pasti sudah tahu bahwa pembangunan gedung baru itu bukan diperuntukkan bagi DPR masa bakti saat ini, tetapi mereka yakin bahwa proyek seperti ini merupakan kesempatan emas bagi mereka untuk menangguk keuntungan pribadi dan partainya.
0 comments:
Post a Comment